Isu Munculnya Selat Muria Mengemuka, BRIN: Perlu Riset Cuaca Ekstrem dan Penurunan Tanah

zajpreneur By zajpreneur
6 Min Read

jlk – Isu munculnya kembali Selat Muria kembali mengemuka setelah terjadi banjir yang melanda Kabupaten Demak dan sekitarnya.

Selat Muria sendiri merupakan selat yang pernah ada yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Muria. Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, menyoroti isu kembali munculnya Selat Muria, setelah 300 tahun lalu hilang.

Adrin Tohari, dalam keterangan resmi, pada Kamis (28/3/2024), menegaskan bahwa perlu adanya pemahaman secara komprehensif terkait karakteristik sumber bahaya geologi untuk melakukan mitigasi bencana secara efektif.

“Isu munculnya Selat Muria ini perlu dilihat dari kejadian bencana banjir besar yang terjadi di wilayah pesisir Demak akibat faktor cuaca ekstrim dan juga kontribusi penurunan tanah. Untuk itu riset terkait aspek cuaca ekstrim, dan penurunan tanah sangat penting dilakukan di wilayah pesisir Demak,” ungkap Adrin.

- Advertisement -

Menurut Adrin, riset terkait aspek cuaca ekstrim dan penurunan tanah di wilayah pesisir Demak merupakan langkah penting untuk memahami dan mengurangi risiko bencana.

Tim periset dari LIPI sebelumnya telah melakukan riset pada 2017–2019, yang mengungkapkan bahwa laju penurunan tanah di wilayah Kota Demak mencapai 2,4-2,5 cm per tahun, disebabkan oleh proses pemadatan alami dan penurunan muka air tanah.

Adrin menjelaskan bahwa fokus riset di Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN terkait dengan empat jenis bencana geologi utama: gempa bumi, tsunami, gunungapi, dan gerakan tanah.

Ada lima fokus riset yang dijalankan, meliputi riset dan inovasi terkait bahaya gempa bumi, tsunami, gunung api, gerakan tanah, serta kajian risiko dan resiliensi bencana geologi.

Kegiatan riset dan inovasi yang dilakukan mencakup pemetaan dan pemodelan sumber bahaya geologi, dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang komprehensif terkait karakter sumber bahaya geologi dan periode ulang kejadian.

- Advertisement -

Selain itu, fokus juga diberikan pada pengembangan teknologi pemantauan dan peringatan bahaya geologi, yang telah diimplementasikan di beberapa daerah risiko bencana geologi, seperti zona Sesar Lembang dan wilayah Selat Sunda.

Adrin menegaskan bahwa riset dan inovasi di bidang kebencanaan geologi merupakan langkah krusial dalam memitigasi risiko bencana secara efektif.

Menurutnya, dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakteristik sumber bahaya geologi dan penerapan teknologi pemantauan yang tepat, diharapkan masyarakat dapat lebih siap menghadapi ancaman bencana alam, termasuk potensi risiko di sekitar Selat Muria.

- Advertisement -

“Mitigasi bencana itu memerlukan pengetahuan yang komprehensif mengenai karakteristik sumber bahaya geologi,” tutup Adrin.

Sementara itu, masyarakat tengah dihebohkan dengan dugaan kembalinya Selat Muria yang dulu pernah memisahkan Pulau Jawa. Kemunculan kembali Selat Muria diduga dipicu akibat banjir bandang yang terjadi di wilayah Demak hingga Kudus dan Grobogan.

Selat Muria sendiri dulunya, pada 300 tahun lalu, merupakan perairan yang memisahkan Demak dan Kudus.

Sehingga wilayah Kudus, Jepara, dan Pati berada di satu pulau memisah dengan Pulau Jawa. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan kejadian geologi, laut Selat Muria berangsur-angsur menyusut hingga perlahan berubah menjadi daratan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Adrin Tohari ikut menyoroti isu kembali munculnya Selat Muria.

Dia menilai pentingnya penelitian terkait Selat Muria yang kini dihubungkan dengan ancaman bencana alam seperti banjir besar di wilayah pesisir Demak.

Adrin menegaskan bahwa perlu adanya pemahaman secara komprehensif terkait karakteristik sumber bahaya geologi untuk melakukan mitigasi bencana secara efektif.

“Isu munculnya Selat Muria ini perlu dilihat dari kejadian bencana banjir besar yang terjadi di wilayah pesisir Demak akibat faktor cuaca ekstrim dan juga kontribusi penurunan tanah. Untuk itu riset terkait aspek cuaca ekstrim, dan penurunan tanah sangat penting dilakukan di wilayah pesisir Demak,” katanya, dalam keterangan resmi, pada Kamis (28/3/2024).

Menurutnya, riset terkait aspek cuaca ekstrim dan penurunan tanah di wilayah pesisir Demak merupakan langkah penting untuk memahami dan mengurangi risiko bencana.

Dia mengungkap bahwa tim periset dari LIPI sebelumnya telah melakukan riset pada 2017–2019, yang mengungkapkan bahwa laju penurunan tanah di wilayah Kota Demak mencapai 2,4-2,5 cm per tahun, disebabkan oleh proses pemadatan alami dan penurunan muka air tanah.

Adapun fokus riset BRIN, lanjut Adrin, adalah di bidang kebencanaan geologi yang merupakan langkah krusial dalam memitigasi risiko bencana secara efektif.

Menurutnya, dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakteristik sumber bahaya geologi dan penerapan teknologi pemantauan yang tepat, diharapkan masyarakat dapat lebih siap menghadapi ancaman bencana alam, termasuk potensi risiko di sekitar Selat Muria.

“Mitigasi bencana itu memerlukan pengetahuan yang komprehensif mengenai karakteristik sumber bahaya geologi,” tutup Adrin.

Demikian berita ini kami sampaikan. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan Anda. Selalu tetap waspada dan siaga dalam menghadapi bencana alam. Ingat, pengetahuan adalah kunci utama dalam mitigasi bencana. Sampai jumpa di berita selanjutnya.

Share This Article