jlk – Puasa Ramadhan adalah salah satu ibadah wajib bagi umat Islam yang dilakukan selama sebulan penuh.
Namun, kapan sebenarnya puasa Ramadhan dimulai? Apakah ada perbedaan antara versi pemerintah, NU, dan Muhammadiyah?
Puasa Ramadhan adalah ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Puasa Ramadhan dilakukan selama sebulan penuh di bulan Ramadhan, bulan kesembilan dalam kalender Hijriah.
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang keempat, yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim yang mampu.
Puasa Ramadhan memiliki banyak hikmah dan manfaat, baik secara spiritual maupun fisik.
Secara spiritual, puasa Ramadhan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan, kesabaran, dan kebersihan jiwa.
Secara fisik, puasa Ramadhan bermanfaat untuk membersihkan tubuh dari racun, menurunkan berat badan, dan meningkatkan kesehatan.
Puasa Ramadhan juga merupakan bentuk solidaritas dan empati kepada sesama, khususnya kepada orang-orang yang kurang beruntung.
Versi pemerintah dan NU Selasa, 12 Maret 2024.
Hal ini didasarkan pada hasil sidang isbat yang dilakukan oleh Kementerian Agama RI, yang menggelar pemantauan hilal di 134 titik di seluruh Indonesia pada 10 Maret 2024.
Sidang isbat juga melibatkan perwakilan dari NU, MUI, Ormas Islam, dan ahli astronomi.
Berdasarkan pemantauan hilal, dinyatakan bahwa hilal telah terlihat di sebagian besar wilayah Indonesia, sehingga ditetapkan bahwa 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada 12 Maret 2024.
Versi Muhammadiyah: Senin, 11 Maret 2024. Hal ini didasarkan pada maklumat yang dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang menggunakan metode hisab hakiki.
Menurut perhitungan hisab, hilal sudah mencapai tinggi minimal 2 derajat di seluruh wilayah Indonesia pada 10 Maret 2024 pukul 18.00 WIB, sehingga ditetapkan bahwa 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada 11 Maret 2024.
Dari perbedaan tanggal di atas, terlihat bahwa ada selisih satu hari antara versi pemerintah dan NU dengan versi Muhammadiyah.
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, versi mana yang paling benar dan harus diikuti?
Jawabannya adalah, tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar.
Semua versi memiliki dasar dan alasan yang kuat, baik secara syar’i maupun ilmiah.
Yang terpenting adalah niat dan pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan itu sendiri, yang semata-mata untuk Allah SWT.
Bagaimana Cara Bersikap terhadap Perbedaan Awal Puasa Ramadhan?
Perbedaan awal puasa Ramadhan bukanlah hal yang baru dalam sejarah Islam.
Bahkan, perbedaan ini sudah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad SAW, ketika beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa sesuai dengan penglihatan hilal di daerah masing-masing.
Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan awal puasa Ramadhan adalah hal yang wajar dan tidak perlu dipermasalahkan.
Namun, perbedaan awal puasa Ramadhan tidak boleh menjadi alasan untuk saling menyalahkan, mencela, atau memecah belah umat Islam.
Sebaliknya, perbedaan ini harus dijadikan sebagai sarana untuk saling menghormati, menghargai, dan menyayangi sesama Muslim.
Umat Islam harus bersikap toleran, moderat, dan inklusif terhadap perbedaan awal puasa Ramadhan, dengan mengikuti prinsip “lakum dinukum waliyadin” (bagimu agamamu, bagiku agamaku).
Selain itu, umat Islam juga harus bersikap kritis, rasional, dan objektif terhadap perbedaan awal puasa Ramadhan, dengan mengedepankan dalil, fakta, dan data yang valid.
Umat Islam harus bersedia untuk belajar, berdiskusi, dan berdialog dengan pihak-pihak yang berbeda pendapat, tanpa menghilangkan rasa hormat dan adab.
Umat Islam harus bersikap terbuka, fleksibel, dan dinamis terhadap perbedaan awal puasa Ramadhan, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat membantu menentukan awal puasa Ramadhan dengan lebih akurat.
Kesimpulan
Puasa Ramadhan adalah ibadah wajib bagi umat Islam yang memiliki banyak hikmah dan manfaat.
Untuk menentukan awal puasa Ramadhan, umat Islam menggunakan metode pengamatan hilal, yang dapat berbeda-beda antara pemerintah, NU, dan Muhammadiyah.
Perbedaan awal puasa Ramadhan adalah hal yang wajar dan tidak perlu dipermasalahkan, asalkan umat Islam bersikap toleran, kritis, dan terbuka terhadap perbedaan tersebut.
Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan Anda tentang puasa Ramadhan. Selamat berpuasa!