Koto Tulkarem dan kamp pengungsi Nour Shams di Tepi Barat berubah menjadi medan perang.
Pasukan besar tentara Israel, disertai dua buldoser militer, menyerbu kota tersebut dari sisi barat. Mereka mengepung Nour Shams, timur Tulkarem, dan memberlakukan pengepungan ketat.
Kepungan yang Mencekam
Selama tiga hari, kamp pengungsi berubah menjadi penjara terbuka. Tidak ada jurnalis atau tim medis yang diizinkan masuk.
Mereka menanti di luar kamp, berharap dapat memberikan bantuan dan melaporkan apa yang sebenarnya terjadi. N
amun, mereka hanya bisa menatap pagar kawat berduri dan mendengar suara tembakan yang sesekali terdengar.
Dampak yang Menghancurkan
Buldoser militer menghancurkan saluran air utama yang memberi makan Nour Shams dan “membuldoser jalan utama yang berdekatan dengan kamp, dan menghancurkan infrastrukturnya”.
Beberapa rumah warga Palestina juga digerebek dan penghuninya diinterogasi. Konfrontasi kekerasan juga terjadi antara warga Palestina dan pasukan Israel.
Korban yang Terlupakan
Ada mobil militer yang lewat, melempar seorang warga yang luka akibat penyiksaan. Terlihat banyak orang yang ditawan.
Bangunan-bangunan dibuldozer. Ini adalah agresi ketiga terhadap kamp pengungsi yang terjadi pada bulan ini dan yang kedua dalam sepekan.
Kesimpulan
Situasi di Tulkarem dan Nour Shams adalah cerminan dari konflik yang terus berlangsung di Tepi Barat. Kekerasan semakin meningkat, dengan sedikitnya 300 warga Palestina tewas dalam bentrok dengan pasukan Israel, penggerebekan dan serangan oleh pemukim ilegal Yahudi sejak Oktober.
Sementara perhatian dunia terfokus pada Gaza, di mana serangan Israel sejak serangan Hamas pada 7 Oktober telah menewaskan lebih dari 20.250 warga Palestina dan menyebabkan bencana kemanusiaan, kekerasan di Tepi Barat semakin meningkat.
Dalam suasana yang penuh ketegangan ini, suara-suara dari Tulkarem dan Nour Shams harus didengar. Mereka bukan hanya angka statistik dalam laporan konflik, tetapi manusia dengan harapan, impian, dan hak asasi yang harus dihormati dan dilindungi.