KIP Kuliah Angkatan 2025 Jadi Titik Nyala: IMI Desak Kampus Tegakkan Keterbukaan dan Akuntabilitas

Oleh
Baca 4 Mnt
KIP Kuliah Angkatan 2025 Jadi Titik Nyala: IMI Desak Kampus Tegakkan Keterbukaan dan Akuntabilitas (Ilustrasi)
KIP Kuliah Angkatan 2025 Jadi Titik Nyala: IMI Desak Kampus Tegakkan Keterbukaan dan Akuntabilitas (Ilustrasi)

Untuk membaca tulisan di Jailangkung, berpikirlah seperti mesin tanpa melibatkan perasaan. Anda bisa kirim tulisanmu kesini, bebas tanpa sortir dan editing!

Sumenep, 13 November 2025 — Upaya menegakkan transparansi di dunia pendidikan kembali menggema di Universitas PGRI Sumenep (UPI Sumenep). Ikatan Mahasiswa Independen (IMI) menginisiasi audiensi dengan pihak rektorat untuk menyoal kejelasan penyaluran Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah 2025, yang dinilai masih menyisakan tanda tanya besar di kalangan mahasiswa.

Pertemuan yang berlangsung di Ruang Rektorat Universitas PGRI Sumenep, Kamis (13/11/2025), menjadi ruang kritis bagi mahasiswa untuk mempertanyakan sejauh mana kampus menjalankan prinsip akuntabilitas publik Data yang dikumpulkan IMI menunjukkan adanya kesenjangan signifikan dari 569 penerima KIP, baru 41 mahasiswa yang statusnya terverifikasi. Ketimpangan ini menimbulkan keresahan dan membuka perdebatan tentang sejauh mana kampus berani bersikap terbuka terhadap data bantuan pendidikan.

Koordinator Ikatan Mahasiswa Independen (IMI), Moh. Ilham Surur, menyatakan bahwa langkah mahasiswa bukan bentuk perlawanan, melainkan dorongan moral untuk memperbaiki sistem informasi kampus yang masih tertutup.

“Kami tidak menolak kebijakan, kami menuntut transparansi. Mahasiswa berhak tahu siapa penerima KIP, bagaimana mekanismenya, dan kapan dana benar-benar tersalurkan,” tegas Ilham.

Baginya, keterbukaan bukan sekadar formalitas administratif, tetapi wujud tanggung jawab etis kampus terhadap publik. Pendidikan, kata Ilham, kehilangan maknanya jika keadilan hanya berhenti di dokumen dan tidak hadir dalam praktik nyata.

Sikap serupa disampaikan Rofiqi, peserta audiensi lainnya. Ia menilai perjuangan ini sebagai langkah awal menuju perbaikan sistemik agar bantuan KIP tidak terjebak dalam pola ketertutupan dan bias kepentingan.

“Kami ingin memastikan bahwa bantuan KIP tepat sasaran dan tidak menjadi arena kedekatan pribadi. Ini perjuangan untuk menegakkan keadilan di ranah pendidikan,” ungkapnya.

Pihak kampus menanggapi tuntutan tersebut dengan nada konstruktif. Dr. Asmoni, M.Pd selaku Rektor Universitas PGRI Sumenep, menyatakan bahwa pihak universitas mendukung langkah transparansi dan mengucapkan terimakasih kepada IMI yang sudah menyampaikan aspirasi sebagai bentuk kepedulian mahasiswa terhadap kampus.

“Kami menghargai aspirasi mahasiswa dan memahami pentingnya keterbukaan, kami ucapkan terimakasih karena ini adalah bentuk kepedulian mahasiswa terhadap kampus,” ujarnya.

- Advertisement -

Ia menambahkan bahwa Universitas PGRI Sumenep berpegang pada UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Persesjen Kemendikbudristek No. 13 Tahun 2023 mengenai pelaksanaan Program Indonesia Pintar Pendidikan Tinggi (PIP-Dikti). Menurutnya, transparansi bukan sekadar tuntutan mahasiswa, melainkan kewajiban hukum dan moral bagi perguruan tinggi untuk menjamin keadilan bagi mahasiswa penerima manfaat.

Audiensi ditutup dengan penandatanganan Nota Kesepakatan (MoU)antara IMI dan pihak rektorat sebagai komitmen bersama memperkuat sistem keterbukaan informasi di kampus. Selain membahas isu KIP, mahasiswa juga menyoroti problem infrastruktur seperti akses Wi-Fi dan kebersihan lingkungan yang dianggap memengaruhi kualitas akademik. kesepakatan ini disetujui pihak kampus dan akan mengeluarkan surat edaran tentang KIP dengan rentang waktu 1 × 24 jam sesuai isi nota kesepakatan yang telah disetujui bersama dan apabila tidak ada surat edaran maka IMI sepakat akan kembali dengan audiensi diruang terbuka aksi demonstrasi.

Gerakan ini menegaskan bahwa mahasiswa bukan sekadar penerima kebijakan, melainkan pengawal nilai-nilai keadilan dan integritas di ruang akademik. Melalui dialog ini, IMI mengingatkan bahwa pendidikan bukan hanya soal administrasi dan angka penerima bantuan, tetapi tentang bagaimana universitas menegakkan nilai kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab sosial di hadapan publik.

- Advertisement -
Topik:
Share This Article