jlk – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menonaktifkan seluruh anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia, yang berjumlah tujuh orang.
Keputusan ini diambil menyusul adanya masalah serius dalam tata kelola pemilu di Kuala Lumpur yang mengakibatkan pemungutan suara ulang (PSU) untuk metode pos dan kotak suara keliling (KSK).
Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari mengatakan, penonaktifan PPLN Kuala Lumpur dilakukan karena mereka dinilai tidak menjalankan prosedur pemilu dengan benar.
Sebagai contoh, ada pemilih yang tidak terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) tetapi bisa mencoblos dengan metode KSK.
Selain itu, ada juga pemilih yang tidak menunjukkan identitas saat mencoblos dengan metode pos.
“Karena ini ada prosedur-prosedur yang tidak sesuai sehingga perlu kita ulang supaya prosedurnya benar dan kemudian kemurnian suara dari pemilih yang ada di Kuala Lumpur bisa terjaga,” ujar Hasyim di Kantor KPU, Jakarta, Senin (26/2/2024).
Hasyim menambahkan, KPU pusat akan mengambil alih pelaksanaan PSU di Kuala Lumpur dengan berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal di kantor perwakilan Kuala Lumpur.
KPU juga sudah menggelar rapat bersama Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk memberikan dukungan dan fasilitas bagi pelayanan pemilih di luar negeri.
“KPU pusat akan ambil alih. Jadi nanti ada beberapa anggota KPU pusat yang kita tugaskan untuk melaksanakan ini, dan kemudian didukung oleh tim Sekretariat Jenderal,” kata Hasyim.
Rencana PSU di Kuala Lumpur merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Panitia Pengawas (Panwas) pemilu luar negeri yang berada di Kuala Lumpur.
Namun, belum diketahui kapan PSU akan digelar. Hasyim mengatakan, KPU masih menyiapkan rancangan teknis pelaksanaannya, termasuk durasi waktu, kegiatan, dan anggaran.
“Secara teknis pelaksanaannya KPU sudah menyiapkan rancangannya, termasuk durasi waktunya, kegiatan-kegiatan apa saja,” tutur Hasyim.
Hasyim menyebut, pihaknya akan terlebih dulu melakukan pemutakhiran data pemilih. Menurutnya, pemutakhiran data berbasis dari DPT yang ditetapkan pada 20-21 Juni 2023 oleh PPLN Kuala Lumpur. Dari situ, KPU akan mencocokkan data pemilih untuk metode KSK yang tidak ada di DPT.
“Dari situ nanti akan kita jadikan bahan awal untuk pemutakhiran, dan juga nanti kita cocokkan, metode pemilih untuk metode KSK yang tidak ada di DPT,” ucap Hasyim.
Lebih lanjut, Hasyim menuturkan, pihaknya meminta PPLN Kuala Lumpur untuk memfoto wajah dan kartu identitas pemilih dengan metode KSK. Hal ini bertujuan untuk memastikan orang yang mencoblos adalah orang yang memang berhak.
“Ketika orang yang akan milih untuk metode KSK, kita minta untuk difoto wajah dan juga ID atau identitas supaya orang yang hadir memang betul orang yang itu. Jangan sampai orangnya enggak ada tapi suaranya ada. Ini saya kira penting,” ujar Hasyim.
Dia menambahkan, meskipun metode pos diminta untuk diulang, tapi KPU tidak akan menyelenggarakan PSU dengan metode yang sama melainkan diganti dengan metode TPS. Hal ini karena KPU menganggap metode pos di Kuala Lumpur tidak steril lagi.
“Kami menganggap metode pos di Kuala Lumpur tidak steril lagi dan kita akan laksanakan dengan metode yang lain yaitu PSU dengan metode TPS dan KSK,” kata Hasyim.
PSU di Kuala Lumpur diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam pemungutan suara di sana.
Sebelumnya, banyak laporan dan protes dari pemilih yang merasa tidak mendapatkan pelayanan yang baik dan adil. Bahkan, ada juga yang mengaku tidak mendapatkan surat suara sama sekali.
Menurut data KPU, jumlah pemilih di Kuala Lumpur sebanyak 1.016.126 orang. Dari jumlah itu, 1.000.000 orang menggunakan metode pos, 10.000 orang menggunakan metode KSK, dan 6.126 orang menggunakan metode TPS.
Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, baru 30 persen surat suara yang dikembalikan oleh pemilih.