Salah satu hal yang menjadi sorotan utama terkait program makan siang gratis adalah anggaran dan sumber dana yang dibutuhkan untuk menjalankannya.
Menurut Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno, program ini akan direalisasikan dengan anggaran senilai Rp 400 triliun.
Anggaran tersebut, katanya, bisa diperoleh dalam waktu 2-3 bulan setelah Prabowo-Gibran dilantik sebagai presiden dan wakil presiden.
Angka Rp 400 triliun ini tentu bukan angka yang kecil. Jika dibandingkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 yang mencapai Rp 2.750 triliun, maka anggaran untuk program makan siang gratis ini setara dengan 14,5 persen dari total APBN.
Jika dibandingkan dengan alokasi anggaran untuk sektor pendidikan yang sebesar Rp 550,2 triliun, maka anggaran untuk program makan siang gratis ini setara dengan 72,7 persen dari anggaran pendidikan.
Jika dibandingkan dengan alokasi anggaran untuk sektor kesehatan yang sebesar Rp 169,7 triliun, maka anggaran untuk program makan siang gratis ini setara dengan 235,8 persen dari anggaran kesehatan.
Dengan kata lain, anggaran untuk program makan siang gratis ini sangat besar dan melebihi anggaran untuk sektor-sektor vital lainnya. Pertanyaannya, dari mana sumber dana untuk membiayai program ini?
Apakah akan mengambil dari pos-pos anggaran yang sudah ada, atau mencari sumber pendapatan baru? Apakah akan mengandalkan utang, atau menghemat pengeluaran? Apakah akan mengorbankan kualitas layanan publik, atau meningkatkan efisiensi dan transparansi?
Sayangnya, hingga saat ini belum ada penjelasan yang jelas dan rinci dari TKN Prabowo-Gibran mengenai hal ini.
Padahal, ini merupakan hal yang sangat penting dan strategis, mengingat Indonesia memiliki batasan defisit anggaran sebesar 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Jika program makan siang gratis ini tidak didukung oleh perencanaan dan penganggaran yang matang, maka bisa berpotensi menimbulkan masalah fiskal dan makroekonomi yang serius.