jlk – Saat ini, ada sekelompok individu yang memilih untuk menjalani hidup mereka tanpa bingkai agama, mereka dikenal sebagai ateis. Namun, apa yang mendorong mereka untuk memilih jalan yang dianggap oleh beberapa orang sebagai kontroversial ini?
Banyak dari mereka bermula dari latar belakang keagamaan yang kuat. Misalnya, bayi yang lahir di keluarga yang taat beragama Islam, Kristen, atau agama lainnya.
Mereka dibesarkan dalam lingkungan di mana keyakinan agama merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Namun, seiring berjalannya waktu, ada yang mulai merasa tidak nyaman dengan konsep-konsep yang diajarkan oleh agama tersebut.
Sebagian besar perjalanan menuju ateisme dimulai dengan rasa ingin tahu. Pertanyaan-pertanyaan kritis mulai muncul dalam pikiran mereka.
Mereka mulai bertanya tentang logika di balik doktrin agama, keadilan dalam sistem kepercayaan, dan keberadaan Tuhan yang disembah. Proses ini tidaklah mudah, karena sering kali bertentangan dengan apa yang telah diajarkan sejak kecil.
Bagi sebagian orang, perjalanan ini menuntut keberanian untuk menantang norma-norma yang ada dan mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap sebagai kebenaran mutlak. Ada perasaan beban yang terangkat saat mereka melepaskan diri dari dogma-dogma yang membatasi pikiran dan kehidupan mereka.
Namun, bukan berarti langkah ini tanpa tantangan. Terkadang, mereka harus menghadapi tekanan sosial dari keluarga, teman, dan masyarakat umum.
Dalam masyarakat yang masih sangat terikat pada nilai-nilai keagamaan, menjadi ateis bisa menjadi tantangan besar. Mereka sering kali dianggap sebagai orang yang sesat, dibenci, bahkan dihina.
Namun, mereka bertahan. Mereka mencari jawaban dalam ilmu pengetahuan, filsafat, dan pengalaman pribadi mereka sendiri.
Mereka menemukan bahwa alam semesta tidaklah sehitam yang digambarkan dalam kitab suci, bahwa moralitas tidak harus berasal dari ajaran agama, dan bahwa hidup tanpa keyakinan agama tidaklah berarti kehilangan makna.
Fenomena ini semakin merambah dunia modern. Data menunjukkan bahwa jumlah orang yang memilih untuk tidak mempercayai Tuhan semakin meningkat.
Misalnya, menurut survei Pew Research Center tahun 2019, sekitar 26% orang di Amerika Serikat mengidentifikasi diri mereka sebagai non-agamis. Bahkan di negara-negara Eropa, angka ini bahkan lebih tinggi. Di Republik Ceko, misalnya, sekitar 70% penduduknya tidak memiliki keyakinan agama.
Namun, penting untuk dicatat bahwa ateisme tidaklah identik dengan kebencian terhadap agama atau kurangnya moralitas. Banyak ateis yang tetap menghormati keyakinan orang lain dan menjalani hidup dengan nilai-nilai moral yang kuat.