jlk – Program makan siang gratis yang diusung oleh pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadi salah satu isu yang menarik perhatian publik.
Program ini bertujuan untuk memberikan makan siang gratis kepada 70,5 juta anak usia sekolah di seluruh Indonesia, dengan anggaran sebesar Rp 15.000 per anak per hari.
Program ini diklaim sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan anak-anak Indonesia, serta mengurangi beban orang tua.
Namun, seberapa realistis program ini? Apakah program ini dapat diwujudkan tanpa mengganggu stabilitas fiskal dan ekonomi negara? Apa saja tantangan dan dampak yang akan dihadapi jika program ini diterapkan?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, mari kita simak komentar dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang menjadi salah satu penentu program ini terlaksana pada 2025.
Defisit APBN Bakal Makin Lebar
Salah satu komentar Sri Mulyani yang menarik adalah mengenai dampak program makan siang gratis terhadap defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurutnya, program ini akan membuat defisit APBN 2025 melebar menjadi 2,45-2,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), naik dari target 2024 yang sebesar 2,29%.
Ini berarti pemerintah harus meminjam lebih banyak untuk menutupi kekurangan pendapatan dari pengeluaran.
Sri Mulyani mengatakan bahwa defisit APBN harus dikendalikan agar tidak melebihi batas 3%, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan investor dan pasar terhadap kredibilitas fiskal Indonesia, terutama di tengah situasi global yang tidak menentu, seperti kenaikan suku bunga dan gejolak geopolitik.
Jika defisit APBN terlalu besar, maka risiko utang negara akan meningkat, dan dapat memicu krisis keuangan.
Namun, apakah defisit APBN yang lebih besar itu berarti buruk? Tidak selalu. Defisit APBN dapat dibenarkan jika digunakan untuk membiayai pengeluaran yang produktif dan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Dengan demikian, defisit APBN dapat dianggap sebagai investasi, bukan pemborosan.
Pertanyaannya adalah, apakah program makan siang gratis termasuk dalam kategori pengeluaran yang produktif dan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang? Untuk menjawabnya, kita perlu melihat manfaat dan biaya dari program ini.
Penghitungan Anggaran Baru Bulan Depan
Komentar Sri Mulyani yang kedua adalah mengenai penghitungan anggaran untuk program makan siang gratis.
Ia mengatakan bahwa penghitungan anggaran baru akan dilakukan sebulan ke depan, setelah KPU menetapkan hasil resmi Pemilu 2024.
Hal ini menunjukkan bahwa program ini masih sebatas wacana, dan belum ada kajian mendalam mengenai kelayakan dan kesiapan pelaksanaannya.
Padahal, program makan siang gratis ini bukanlah program yang sederhana dan murah. Dengan anggaran Rp 15.000 per anak per hari, maka total anggaran yang dibutuhkan untuk program ini adalah sekitar Rp 383 triliun per tahun, asumsi jumlah anak usia sekolah adalah 70,5 juta dan jumlah hari sekolah adalah 180 hari.
Angka ini setara dengan 2,3% dari PDB Indonesia tahun 2024, yang diproyeksikan sebesar Rp 16.500 triliun.
Angka ini juga setara dengan 8,7% dari total belanja negara tahun 2024, yang ditargetkan sebesar Rp 4.400 triliun.
Ini berarti program makan siang gratis akan menghabiskan sebagian besar anggaran negara, yang seharusnya dapat dialokasikan untuk berbagai kebutuhan lain, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, perlindungan sosial, dan lain-lain.
Selain itu, program makan siang gratis juga memerlukan koordinasi yang baik antara berbagai pihak, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, katering, petani, dan lain-lain.
Program ini juga harus memperhatikan aspek-aspek seperti ketersediaan bahan pangan, kualitas dan keamanan makanan, standar gizi, distribusi dan logistik, monitoring dan evaluasi, dan lain-lain. Semua aspek ini membutuhkan perencanaan, pengawasan, dan pengendalian yang cermat dan efektif.
Jika tidak, program ini dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti korupsi, penyalahgunaan, pemborosan, ketimpangan, ketergantungan, dan lain-lain.
Program ini juga dapat berdampak negatif bagi keseimbangan permintaan dan penawaran pangan, inflasi, dan ketahanan pangan nasional.
Oleh karena itu, program makan siang gratis ini memerlukan penghitungan anggaran yang akurat dan transparan, serta kajian mendalam mengenai dampak dan implikasinya bagi perekonomian dan masyarakat Indonesia.
Penyesuaian Program Lain di 2025
Komentar Sri Mulyani yang ketiga adalah mengenai penyesuaian program-program lain di 2025, jika program makan siang gratis ini diterapkan.
Ia mengatakan bahwa program ini nanti akan dihitung dalam sebulan ke depan, dan akan dilihat dari existing program dengan apa yang akan masuk baru.
Ini berarti program makan siang gratis ini akan bersaing dengan program-program lain yang sudah ada atau direncanakan di APBN 2025.
Hal ini tentu akan menimbulkan trade-off atau pertukaran antara program-program yang berbeda. Misalnya, jika program makan siang gratis ini dianggap sebagai prioritas, maka program-program lain yang dianggap kurang penting atau kurang mendesak dapat dikurangi atau ditunda.
Sebaliknya, jika program makan siang gratis ini dianggap sebagai sekunder, maka program-program lain yang dianggap lebih penting atau lebih mendesak dapat diprioritaskan atau dipercepat.
Namun, bagaimana cara menentukan prioritas atau urutan program-program tersebut? Apa kriteria atau indikator yang digunakan? Siapa yang berhak atau berwenang untuk menentukan? Apa dampak atau konsekuensi dari pilihan-pilihan tersebut?
Semua pertanyaan ini membutuhkan analisis yang objektif dan rasional, serta konsultasi yang luas dan partisipatif.
Selain itu, penyesuaian program-program lain di 2025 juga harus mempertimbangkan konteks dan kondisi yang ada atau yang akan terjadi di masa depan.
Misalnya, program-program yang berkaitan dengan penanganan pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi, mitigasi bencana, adaptasi perubahan iklim, dan lain-lain.
Program-program ini mungkin membutuhkan alokasi anggaran yang lebih besar atau lebih cepat, mengingat urgensi dan dampaknya yang signifikan.
Oleh karena itu, penyesuaian program-program lain di 2025 harus dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana, serta mempertimbangkan berbagai faktor dan kepentingan yang terlibat.
Program makan siang gratis yang diusung oleh Prabowo-Gibran merupakan program yang ambisius dan menarik, namun juga penuh dengan tantangan dan risiko.
Program ini membutuhkan anggaran yang besar, koordinasi yang baik, dan penyesuaian yang cermat dengan program-program lain di APBN 2025.
Demikian Kisanak.