jlk – Apakah kamu termasuk orang yang suka makan sesuka hati tanpa memperhatikan kebutuhan gizi tubuhmu? Atau mungkin kamu sering makan untuk menghilangkan stres atau mengisi waktu luang?
Jika ya, kamu harus waspada karena kamu mungkin memiliki perilaku makan emosional yang bisa berbahaya bagi kesehatan mentalmu.
Perilaku makan emosional adalah kebiasaan seseorang yang menggunakan makanan sebagai cara untuk mengatasi dan mengendalikan emosinya, bukan makan karena lapar untuk memenuhi kebutuhan gizi.
Menurut penelitian terbaru yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC), hampir setengah dari orang Indonesia memiliki perilaku makan emosional ini.
Penelitian yang melibatkan 1.158 responden dari 20 provinsi di Indonesia ini menemukan bahwa 47 persen atau empat, lima dari 10 orang Indonesia makan secara emosional.
Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan karena perilaku makan emosional bisa meningkatkan risiko stres dan mengganggu potensi asupan gizi seimbang hingga memicu gangguan kesehatan mental.
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, pendiri dan Ketua Tim Peneliti HCC, mengatakan bahwa perilaku makan emosional memberi dampak buruk yang beragam, mulai dari potensi gangguan kejiwaan, asupan gizi tidak memadai, turunnya daya tahan tubuh, dan kemudian kondisi ini memperparah perilaku makan emosional itu sendiri.
“Artinya, perilaku makan emosional harus segera diatasi dengan cara yang tepat agar tidak menimbulkan masalah kesehatan yang lebih serius,” ujar Dr Ray yang juga pengajar di Kedokteran Kerja dan Komunitas FKUI.
Dr Ray menambahkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya jumlah orang yang memiliki perilaku makan emosional di Indonesia, antara lain adalah pergeseran gaya hidup di masyarakat modern, tekanan sosial, status kesehatan jiwa, hingga informasi yang salah atau tidak ilmiah tentang pola dan perilaku makan yang tersebar di media sosial.
Penelitian ini juga mengungkap bahwa usia, jenis kelamin, dan kondisi diet juga berpengaruh terhadap perilaku makan emosional. Survei menunjukkan bahwa sekitar 49 persen orang dengan pola makan emosional adalah mereka yang berusia di bawah 40 tahun, dan perempuan, dengan risiko menjadi emotional eater mencapai 2 kali lipat.
Selain itu, hampir 60 persen orang yang memiliki perilaku makan emosional adalah mereka yang sedang melakukan pola diet, mulai dari diet keto, intermittent fasting, diet golongan darah, hingga diet puasa waktu tertentu.
Hal ini menunjukkan bahwa pola diet yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh bisa menimbulkan stres dan ketidakseimbangan gizi.
Oleh karena itu, Dr Ray menyarankan agar masyarakat lebih memperhatikan pola dan perilaku makan mereka dengan cara yang mindful dan bukan stressful atau emotional. Masyarakat juga perlu mendapatkan edukasi, konseling, dan promosi kesehatan komprehensif terkait pola dan perilaku makan yang baik dan benar.
“Perilaku makan yang mindful adalah makan dengan penuh kesadaran akan kebutuhan gizi tubuh, kenyang, dan emosi. Perilaku makan yang mindful juga bisa membantu kita untuk menikmati makanan dengan lebih baik dan meningkatkan kesehatan mental kita,” tutur Dr Ray.
Nah, bagaimana dengan kamu? Apakah kamu sudah makan dengan mindful atau masih emotional? Yuk, cek pola dan perilaku makanmu sekarang juga dan ubah kebiasaan burukmu menjadi lebih sehat dan bahagia. Ingat, kamu adalah apa yang kamu makan. Jadi, jangan sampai makanan menjadi musuhmu, ya!