Konflik antara Hamas dan Israel yang memanas sejak Oktober 2023 telah menimbulkan banyak korban jiwa, kerusakan, dan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza. Namun, konflik ini juga menimbulkan pertanyaan hukum yang rumit: siapa yang berhak mengadili pelaku kejahatan perang dan kekejaman yang terjadi di wilayah Palestina?
Sebagai organisasi perlawanan Palestina yang menguasai Jalur Gaza, Hamas telah melancarkan serangan roket ke wilayah Israel sebagai respons atas ketidakadilan dan sikap-sikap paranoia Israel, serta keinginan atas Palestina untuk merdeka. Namun, Israel menuduh Hamas sebagai kelompok teroris yang melanggar hukum internasional dengan menargetkan warga sipil dan menggunakan warga Palestina sebagai perisai manusia.
Di sisi lain, Israel juga melakukan serangan udara dan darat yang menghancurkan infrastruktur dan fasilitas sipil di Jalur Gaza, termasuk rumah sakit, sekolah, dan media. Israel mengklaim bahwa serangannya adalah tindakan pertahanan diri yang sah dan proporsional, serta berusaha menghindari korban sipil. Namun, Palestina dan sebagian besar komunitas internasional mengecam Israel sebagai negara penjajah yang melakukan genosida terhadap rakyat Palestina.
Dalam situasi seperti ini, apakah ada lembaga hukum yang dapat menyelesaikan sengketa dan memberikan keadilan bagi korban? Apakah ada yurisdiksi negara yang dapat menuntut dan menghukum pelaku kejahatan perang dan kekejaman yang terjadi di wilayah Palestina?
Yurisdiksi Negara dalam Hukum Internasional
Yurisdiksi adalah kewenangan atau wewenang suatu negara untuk membuat dan menegakkan hukum terhadap orang atau benda tertentu. Dalam hukum internasional, ada beberapa jenis yurisdiksi yang dapat diterapkan oleh negara, yaitu:
- Yurisdiksi teritorial, yaitu yurisdiksi yang didasarkan pada wilayah atau teritori suatu negara. Negara berhak mengatur dan mengadili segala hal yang terjadi di dalam wilayahnya, tanpa memandang kewarganegaraan pelaku atau korban.
- Yurisdiksi nasional, yaitu yurisdiksi yang didasarkan pada kewarganegaraan atau nasionalitas suatu negara. Negara berhak mengatur dan mengadili warga negaranya, tanpa memandang di mana peristiwa itu terjadi atau siapa korban atau pelakunya.
- Yurisdiksi universal, yaitu yurisdiksi yang didasarkan pada sifat atau karakteristik kejahatan tertentu. Negara berhak mengatur dan mengadili kejahatan yang dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti genosida, kejahatan perang, atau terorisme, tanpa memandang di mana peristiwa itu terjadi, siapa pelaku atau korban, atau apa kewarganegaraan mereka.
Yurisdiksi Negara dalam Konflik Hamas-Israel
Dalam konteks konflik Hamas-Israel, yurisdiksi negara menjadi masalah yang kompleks dan kontroversial, karena melibatkan berbagai faktor politik, historis, dan hukum. Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
- Status Palestina sebagai negara. Salah satu syarat utama untuk memiliki yurisdiksi teritorial adalah pengakuan sebagai negara berdaulat. Namun, Palestina masih belum diakui secara penuh oleh sebagian besar negara di dunia, termasuk Israel, Amerika Serikat, dan sebagian besar negara Eropa. Meskipun Palestina telah menjadi anggota pengamat di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 2012, statusnya masih belum setara dengan negara anggota. Hal ini menyulitkan Palestina untuk menegakkan hukum di wilayahnya, terutama di Jalur Gaza yang dikuasai oleh Hamas, yang juga tidak diakui oleh banyak negara.
- Okupasi Israel atas wilayah Palestina. Israel telah menduduki sebagian besar wilayah Palestina, termasuk Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza, sejak perang tahun 1967. Meskipun Israel telah menarik diri dari Jalur Gaza pada tahun 2005, Israel masih mengontrol perbatasan, ruang udara, dan perairan Jalur Gaza, serta memblokade akses bantuan kemanusiaan dan perdagangan. Hal ini membuat Israel dapat mengklaim yurisdiksi teritorial atas wilayah Palestina, meskipun hal ini bertentangan dengan hukum internasional yang melarang aneksasi wilayah yang diduduki.
- Kewarganegaraan pelaku dan korban. Kedua belah pihak dalam konflik Hamas-Israel memiliki kewarganegaraan yang berbeda-beda. Hamas terdiri dari warga Palestina, yang sebagian besar tidak memiliki kewarganegaraan resmi, karena tidak diakui oleh Israel atau negara lain. Israel terdiri dari warga Israel, yang sebagian besar adalah Yahudi, tetapi juga ada yang Arab, Kristen, atau Muslim. Korban dari kedua belah pihak juga berasal dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan lain-lain. Hal ini membuat negara-negara lain dapat mengklaim yurisdiksi nasional atas warga negaranya yang terlibat atau terkena dampak konflik, meskipun hal ini dapat menimbulkan konflik dengan yurisdiksi teritorial Palestina atau Israel.
- Sifat kejahatan yang terjadi. Konflik Hamas-Israel juga melibatkan kejahatan yang dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti genosida, kejahatan perang, atau terorisme. Hal ini membuat negara-negara lain dapat mengklaim yurisdiksi universal atas pelaku atau korban kejahatan tersebut, meskipun hal ini dapat menimbulkan kontroversi dengan yurisdiksi teritorial atau nasional Palestina atau Israel.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yurisdiksi negara dalam konflik Hamas-Israel adalah masalah yang tidak mudah diselesaikan, karena melibatkan berbagai aspek hukum dan politik yang saling bertentangan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dan kompromi dari semua pihak yang terlibat, termasuk negara-negara lain yang memiliki kepentingan atau keterlibatan dalam konflik tersebut, untuk mencari solusi yang adil dan damai.