jlk – Di tengah hiruk-pikuk panggung geopolitik, muncul sebuah drama retorika yang tak kalah serunya dari pertandingan tinju kelas berat. Di sudut biru, kita memiliki Paus Fransiskus, sang pemimpin spiritual yang menyerukan perdamaian dengan mengibarkan bendera putih.
Di sudut merah, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, yang dengan tegas menolak ide tersebut dan melontarkan ucapan pedas yang bisa membuat cabai jalapeño terasa seperti mentimun.
Paus Fransiskus, dengan nada yang mungkin diharapkan lebih cocok untuk khotbah Minggu pagi daripada arena politik, meminta agar Ukraina “berani mengibarkan bendera putih” dan bernegosiasi dengan Rusia.
Namun, Zelenskyy, dengan semangat yang lebih mirip dengan pelatih sepak bola di ruang ganti saat turun minum, menegaskan bahwa pemimpin agama tidak ada kaitannya dalam rencana mereka.
Menteri Luar Negeri Polandia, Radek Sikorski, ikut serta dalam pertarungan retorika ini dengan menyamakan mereka yang menyerukan perundingan dengan ketenangan pemimpin Eropa terhadap pemimpin NAZI, Adolf Hitler, sebelum Perang Dunia II pecah.
Sebuah analogi yang cukup berani, yang mungkin membuat beberapa orang mengernyitkan dahi sambil memikirkan apakah itu analogi yang tepat atau hanya hiperbola yang berlebihan.
Kepala Gereja Katolik Yunani Ukraina, Uskup Sviatoslav Shevchuk, juga tidak ketinggalan, dengan mengatakan bahwa menyerah tak pernah ada dalam pikiran rakyat Ukraina.
“Ukraina tengah terluka, tapi tak terkalahkan! Ukraina kelelahan, tetapi tetap berdiri dan bertahan,”
katanya, dengan semangat yang mengingatkan kita pada Rocky Balboa setelah ronde kesepuluh.