Kisanak, Properti adalah salah satu sektor yang paling menggiurkan bagi para pengusaha. Pasalnya, harga tanah dan bangunan terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan di tengah pandemi.
Tak heran, banyak orang yang berlomba-lomba untuk memiliki properti sebagai investasi atau tempat tinggal. Namun, di balik gemerlapnya bisnis properti, ada pula kisah pilu yang dialami oleh mereka yang tak mampu membeli atau menyewa rumah.
Mereka terpaksa hidup di bawah jembatan, di pinggir rel kereta, atau di permukiman kumuh yang tidak layak huni. Inilah gambaran ketimpangan sosial yang terjadi di Indonesia, antara golongan yang kaya dan golongan yang miskin.
Ketimpangan sosial adalah kondisi di mana ada perbedaan yang sangat jauh antara golongan yang kaya dan golongan yang miskin dalam hal pendapatan, harta, dan kesempatan.
Artinya, orang-orang yang punya banyak uang dan harta semakin kaya, sedangkan orang-orang yang nggak punya semakin miskin.
Rasio gini adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan, di mana angkanya berkisar antara 0 hingga 1. Semakin mendekati 1, berarti semakin tinggi ketimpangan.
Salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan sosial adalah ketidakadilan dalam pembagian akses untuk memanfaatkan sumber daya di suatu wilayah.
Misalnya, akses terhadap pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan properti. Properti, khususnya rumah, adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi.
Namun, kenyataannya, banyak orang yang tidak bisa memiliki rumah karena harga yang terlalu mahal atau tidak tersedianya lahan. Sementara itu, orang-orang kaya bisa membeli rumah dengan mudah, bahkan memiliki lebih dari satu.
Bahkan, ada yang membeli rumah hanya untuk disewakan atau dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi, tanpa memperhatikan kebutuhan orang lain.
Hal ini tentu saja menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan di kalangan masyarakat. Orang-orang miskin merasa tidak dihargai dan tidak diperhatikan oleh pemerintah dan pengusaha properti.
Mereka merasa tidak punya harapan dan masa depan yang cerah. Mereka terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang sulit untuk ditembus. Mereka juga rentan terhadap berbagai masalah sosial, seperti kriminalitas, penyakit, kekerasan, dan radikalisme.
Di sisi lain, orang-orang kaya merasa puas dan bangga dengan harta yang mereka miliki. Mereka merasa berhak untuk menikmati hidup dengan segala kemewahan dan kenyamanan.
Mereka juga cenderung sombong, egois, dan tidak peduli dengan nasib orang lain. Mereka merasa aman dan terlindungi oleh hukum dan kekuasaan.
Padahal, seharusnya properti bisa menjadi sarana untuk mengurangi ketimpangan sosial, bukan malah memperbesarnya. Properti bisa menjadi aset produktif yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat.
Properti juga bisa menjadi instrumen untuk mempererat solidaritas dan kebersamaan antara sesama manusia.
Bagaimana caranya? Salah satunya adalah dengan menerapkan konsep properti sosial, yaitu properti yang dimiliki dan dikelola secara bersama oleh masyarakat, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan bersama, bukan untuk mencari keuntungan pribadi.
Properti sosial bisa berupa rumah susun, rumah rakyat, rumah komunal, atau rumah berbagi. Properti ini bisa memberikan manfaat bagi masyarakat, seperti:
- Menyediakan tempat tinggal yang layak, aman, dan nyaman bagi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah.
- Meningkatkan keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam mengelola properti, sehingga meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab.
- Mendorong kerjasama dan gotong royong antara penghuni properti, sehingga meningkatkan rasa saling menghormati dan menghargai.
- Membuka peluang usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat, misalnya dengan menyediakan fasilitas umum, seperti toko, kafe, kantor, atau tempat ibadah.
- Meningkatkan nilai estetika dan lingkungan properti, misalnya dengan menerapkan desain yang ramah lingkungan, hemat energi, dan kreatif.
Properti sosial adalah salah satu solusi yang bisa dicoba untuk mengatasi masalah ketimpangan sosial di Indonesia. Namun, tentu saja, properti sosial tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan dari berbagai pihak, seperti pemerintah, pengusaha, akademisi, LSM, media, dan masyarakat itu sendiri.
Semua pihak harus bersinergi dan berkolaborasi untuk mewujudkan properti sosial yang bermanfaat bagi semua. Properti sosial bukan hanya tentang bangunan fisik, tapi juga tentang nilai-nilai sosial yang terkandung di dalamnya.
Properti sosial adalah tentang bagaimana kita bisa hidup bersama dengan damai, harmonis, dan sejahtera, tanpa memandang perbedaan status, kelas, atau golongan. Properti sosial adalah tentang bagaimana kita bisa menjadi manusia yang lebih baik, Demikian Kisanak…!!!