Kemitraan usaha adalah salah satu bentuk kerjasama antara usaha kecil dengan usaha besar yang bertujuan untuk menjalankan bisnis dan mencari keuntungan bersama. Namun, tidak jarang terjadi masalah atau sengketa dalam pelaksanaan kemitraan usaha, misalnya ketika usaha besar mencoba menguasai atau mengendalikan usaha kecil mitranya. Lantas, bagaimana cara menyelesaikan perkara kemitraan usaha? Siapa yang berwenang menangani perkara tersebut? Apakah harus melalui pengadilan atau ada lembaga khusus yang menangani masalah ini?
Larangan Mengendalikan Usaha Kecil
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, kemitraan usaha dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan. Selain itu, kemitraan usaha juga harus menjunjung etika bisnis yang sehat dan tidak merugikan salah satu pihak.
Untuk melindungi usaha kecil dari praktik tidak sehat, undang-undang ini juga mengatur larangan bagi usaha besar untuk memiliki dan/atau menguasai usaha mikro, usaha kecil, dan/atau usaha menengah mitra usahanya. Larangan ini berlaku baik secara yuridis maupun faktual, yaitu meliputi peralihan kepemilikan atau penguasaan atas badan usaha, aset, atau kekayaan yang dimiliki usaha kecil, maupun peralihan penguasaan atas kegiatan usaha yang dijalankan usaha kecil.
Jika usaha besar melanggar larangan ini, maka mereka berpotensi dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar oleh instansi yang berwenang. Namun, siapa sebenarnya yang berwenang menentukan pelanggaran dan memberikan sanksi tersebut?
Peran KPPU dalam Pengawasan Kemitraan Usaha
Dalam hal pengawasan dan penyelesaian perkara kemitraan usaha, ada satu lembaga yang memiliki peran penting, yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU adalah lembaga independen yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Salah satu tugas KPPU adalah melakukan pengawasan pelaksanaan kemitraan usaha, baik secara mandiri maupun bersama dengan kementerian atau lembaga pemerintah terkait.
KPPU memiliki kewenangan untuk menerima laporan dari masyarakat, termasuk usaha kecil, yang merasa dirugikan oleh pelanggaran kemitraan usaha yang dilakukan oleh usaha besar. Laporan tersebut harus disertai dengan bukti dan keterangan yang lengkap. Setelah menerima laporan, KPPU akan melakukan pemeriksaan pendahuluan untuk menentukan adanya dugaan pelanggaran. Jika ada dugaan pelanggaran, KPPU akan memberikan peringatan tertulis kepada usaha besar agar melakukan perbaikan. Jika peringatan tidak diindahkan, KPPU akan melakukan pemeriksaan lanjutan.
Berdasarkan pemeriksaan lanjutan, KPPU dapat mengeluarkan putusan yang berisi pengenaan sanksi administratif kepada usaha besar yang melanggar, seperti pencabutan izin usaha atau denda. Putusan KPPU bersifat final dan mengikat, artinya tidak dapat diajukan banding ke pengadilan. Namun, jika usaha besar tidak puas dengan putusan KPPU, mereka dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri.
Pengadilan Negeri sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara
Selain melalui KPPU, usaha kecil yang merasa dirugikan oleh pelanggaran kemitraan usaha juga dapat menempuh jalur hukum melalui pengadilan negeri. Pengadilan negeri berwenang menangani perkara perdata antara usaha kecil dengan usaha besar yang berkaitan dengan kemitraan usaha. Perkara ini dapat berupa gugatan perbuatan melawan hukum, wanprestasi, atau pembatalan perjanjian kemitraan.
Dalam perkara perdata, usaha kecil harus membuktikan bahwa usaha besar telah melakukan pelanggaran kemitraan usaha yang merugikan usaha kecil, baik secara materiil maupun immateriil. Usaha kecil juga harus menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara pelanggaran dengan kerugian yang diderita. Jika usaha kecil berhasil membuktikan gugatannya, maka pengadilan negeri dapat mengabulkan gugatan dan menghukum usaha besar untuk membayar ganti rugi, mengembalikan hak, atau membatalkan perjanjian kemitraan.
Namun, menempuh jalur pengadilan negeri juga memiliki beberapa kelemahan, seperti proses yang lama, biaya yang mahal, dan hasil yang tidak pasti. Oleh karena itu, usaha kecil harus mempertimbangkan baik-baik sebelum memilih jalur penyelesaian perkara yang sesuai dengan kepentingan dan kemampuan mereka.
Kemitraan usaha adalah bentuk kerjasama yang menguntungkan bagi usaha kecil dan usaha besar, asalkan dilaksanakan dengan prinsip dan etika bisnis yang sehat. Namun, jika terjadi pelanggaran kemitraan usaha yang merugikan usaha kecil, maka usaha kecil dapat menyelesaikan perkara tersebut melalui dua jalur, yaitu melalui KPPU atau melalui pengadilan negeri. Kedua jalur ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga usaha kecil harus memilih yang terbaik sesuai dengan kondisi dan situasi mereka.