Saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO), salah satu emiten batu bara terbesar di Indonesia, baru saja membagikan dividen final sebesar US$ 500 juta atau Rp 7,35 triliun untuk tahun buku 2022. Dividen ini setara dengan 40,11% dari laba bersih perseroan sepanjang tahun lalu, yang mencapai US$ 1,25 miliar atau Rp 18,38 triliun.
Dividen yang dibagikan Adaro merupakan yang terbesar sepanjang sejarah perseroan, mengalahkan rekor sebelumnya pada tahun 2018, saat membagikan dividen sebesar US$ 400 juta atau Rp 5,88 triliun. Dividen ini juga menempatkan Adaro sebagai salah satu emiten dengan dividend yield tertinggi di sektor batu bara, yaitu sekitar 8%.
Namun, meski telah membagikan dividen yang menggiurkan, saham Adaro justru terkoreksi cukup dalam sejak awal tahun ini. Hingga penutupan perdagangan Senin (15/1/2024), saham ADRO turun 9,68% menjadi Rp 2.800 per saham, dari posisi akhir tahun 2023 di level Rp 3.100 per saham.
Lantas, apa yang menyebabkan saham Adaro tertekan? Apakah dividen yang dibagikan terlalu besar sehingga menggerus modal kerja perseroan? Ataukah ada faktor lain yang mempengaruhi kinerja saham Adaro? Dan bagaimana prospek saham Adaro ke depan, apakah masih layak dikoleksi oleh investor?
Faktor Penekan Saham Adaro
Salah satu faktor yang menekan saham Adaro adalah penurunan harga batu bara di pasar global. Sejak mencapai level tertinggi sepanjang masa di US$ 220 per ton pada Oktober 2023, harga batu bara mengalami koreksi hingga 24% menjadi US$ 167 per ton pada 11 Januari 2024.
Penurunan harga batu bara ini dipicu oleh beberapa hal, antara lain:
- Perlambatan permintaan dari China, yang merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia, seiring dengan upaya negara tersebut untuk mengurangi emisi karbon dan beralih ke energi terbarukan.
- Pemulihan pasokan batu bara dari Australia, yang sempat terganggu oleh cuaca buruk dan perselisihan diplomatik dengan China, sehingga meningkatkan persaingan di pasar Asia.
- Kebijakan pemerintah Indonesia yang mewajibkan penjualan batu bara dalam negeri sebesar 25% dari produksi, untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik dan industri, sehingga mengurangi ekspor batu bara ke luar negeri.
Faktor lain yang menekan saham Adaro adalah kinerja keuangan perseroan yang menurun pada semester I/2023. Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis perseroan, pendapatan Adaro turun 9% menjadi US$ 1,48 miliar, laba kotor turun 16% menjadi US$ 421 juta, dan laba bersih turun 23% menjadi US$ 202 juta.
Penurunan kinerja keuangan Adaro ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
- Penurunan volume penjualan batu bara sebesar 4% menjadi 26,9 juta ton, akibat adanya gangguan operasional dan logistik akibat pandemi Covid-19 dan cuaca buruk.
- Penurunan harga jual rata-rata batu bara sebesar 5% menjadi US$ 54,8 per ton, akibat dampak perlambatan permintaan global dan penurunan indeks harga batu bara.
- Peningkatan biaya produksi sebesar 2% menjadi US$ 27,6 per ton, akibat kenaikan harga bahan bakar minyak dan solar, serta kenaikan biaya sewa alat berat dan transportasi.
Prospek Saham Adaro ke Depan
Meski menghadapi tantangan yang cukup berat, saham Adaro masih memiliki prospek yang cerah ke depan, berkat beberapa faktor pendukung, antara lain:
- Harga batu bara yang masih tinggi di atas US$ 150 per ton, yang memberikan ruang bagi Adaro untuk mempertahankan marjin keuntungan yang tinggi.
- Rencana peningkatan produksi batu bara sepanjang 2022 hingga 58-60 juta ton, atau naik 10-14% dari tahun lalu, yang akan meningkatkan volume penjualan dan pendapatan perseroan.
- Diversifikasi bisnis ke sektor energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga surya, biomassa, dan hidrogen, yang akan mengurangi ketergantungan perseroan terhadap batu bara dan meningkatkan nilai tambah perseroan.
- Kebijakan pembelian kembali (buyback) saham sebesar Rp 4 triliun, yang menunjukkan kepercayaan diri manajemen terhadap prospek perseroan dan memberikan sinyal positif bagi investor.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, sebagian besar analis masih memberikan rekomendasi beli untuk saham Adaro, dengan target harga rata-rata Rp 4.470 per saham, atau naik 60% dari level saat ini. Artinya, investor yang berencana untuk membeli saham Adaro saat ini berpeluang mendulang capital gain sebesar 60%, ditambah dengan dividend yield sebesar 8%.
Saham Adaro merupakan saham batu bara yang tak luntur oleh dividen, melainkan masih memiliki potensi pertumbuhan yang signifikan. Bagi investor yang mencari saham dengan imbal hasil tinggi dan risiko rendah, saham Adaro bisa menjadi pilihan yang tepat.