Anjing, Sahabat atau Santapan?

Alvin Karunia By Alvin Karunia
6 Min Read
brown french bulldog puppy lying on yellow textile

Anjing adalah salah satu hewan yang memiliki hubungan khusus dengan manusia. Bagi sebagian orang, anjing adalah sahabat setia, pelindung, dan anggota keluarga. Bagi sebagian lain, anjing adalah sumber penyakit, kotoran, dan bahkan makanan. Ya, makanan. Ada beberapa daerah di Indonesia yang masih mempraktikkan tradisi mengonsumsi daging anjing, baik sebagai obat, ritual, atau sekadar selera.

Namun, apakah Anda tahu bahwa makan daging anjing tidak hanya bertentangan dengan ajaran agama tertentu, tetapi juga melanggar hukum yang berlaku di Indonesia? Artikel ini akan mengulas lebih lanjut tentang hukumnya menjual dan makan daging anjing di negeri ini.

Haram dalam Islam

Bagi umat Islam, makan daging anjing adalah haram, alias dilarang. Alasannya adalah karena anjing termasuk binatang bertaring dan berkuku tajam, yang tidak boleh dimakan menurut hadis Nabi Muhammad SAW. Selain itu, anjing juga dianggap sebagai hewan najis, yang harus disucikan dengan cara khusus jika bersentuhan dengan manusia.

Meski demikian, Islam tidak melarang memelihara anjing, asalkan untuk tujuan tertentu, seperti berburu, menjaga, atau membantu orang cacat. Namun, pemilik anjing harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta tidak memperlakukan anjing sebagai teman atau keluarga.

- Advertisement -

Dilarang oleh Undang-Undang

Selain haram dalam Islam, makan daging anjing juga dilarang oleh undang-undang yang mengatur tentang pangan dan peternakan di Indonesia. Menurut UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

Sementara itu, menurut UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa anjing tidak termasuk dalam kategori pangan maupun ternak.

Hal ini diperkuat oleh Surat Edaran Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian No. 9874/SE/pk.420/F/09/2018, yang menegaskan bahwa daging anjing bukan merupakan pangan. Surat edaran ini juga mengimbau para pihak untuk tidak melakukan peredaran dan/atau perdagangan daging anjing secara komersial, serta tidak menerbitkan sertifikat veteriner dan sertifikat halal bagi daging anjing.

Ditentang oleh Aktivis

Selain alasan agama dan hukum, makan daging anjing juga ditentang oleh para aktivis yang peduli terhadap kesejahteraan dan kesehatan hewan. Mereka menganggap bahwa praktik ini adalah bentuk kekejaman, eksploitasi, dan penyiksaan terhadap hewan yang berhak hidup dan bahagia.

Selain itu, mereka juga mengkhawatirkan dampak negatif dari makan daging anjing terhadap kesehatan manusia. Menurut mereka, daging anjing berpotensi mengandung berbagai penyakit, seperti rabies, cacing pita, leptospirosis, dan bruselosis, yang dapat menular ke manusia. Selain itu, proses penangkapan, penampungan, pemotongan, dan pengolahan daging anjing juga seringkali tidak memenuhi standar kebersihan dan kesehatan.

- Advertisement -

Masih Ada yang Melakukannya

Meski demikian, masih ada beberapa daerah di Indonesia yang masih mempertahankan tradisi mengonsumsi daging anjing, seperti di Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Mereka mengklaim bahwa makan daging anjing adalah bagian dari budaya, adat, dan kepercayaan mereka, yang tidak bisa diintervensi oleh pihak lain.

Selain itu, mereka juga percaya bahwa makan daging anjing memiliki manfaat kesehatan, seperti menghangatkan tubuh, meningkatkan stamina, menyembuhkan penyakit, dan bahkan menangkal ilmu hitam. Mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak sembarangan memilih anjing yang akan dimakan, melainkan yang sudah diternakkan khusus untuk tujuan tersebut.

Solusi yang Diharapkan

Lantas, bagaimana solusi yang diharapkan untuk mengatasi permasalahan ini? Tentu saja, tidak ada jawaban yang mudah dan pasti. Namun, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

- Advertisement -
  • Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang hukum, agama, dan dampak makan daging anjing, serta mengajak mereka untuk menghormati dan menyayangi hewan.
  • Mendorong pemerintah untuk membuat peraturan yang lebih tegas dan efektif untuk melarang dan menindak peredaran dan perdagangan daging anjing, serta memberikan sanksi yang tegas bagi pelakunya.
  • Memberikan alternatif pangan yang lebih sehat, halal, dan bergizi bagi masyarakat, serta memberikan bantuan dan insentif bagi peternak anjing untuk beralih ke usaha lain yang lebih menguntungkan dan berkelanjutan.
  • Membangun kerjasama dan sinergi antara berbagai pihak, seperti pemerintah, agama, budaya, masyarakat, dan aktivis, untuk mencari solusi yang saling menghormati dan menguntungkan bagi semua.

Demikian artikel yang saya tulis, semoga bermanfaat dan menambah wawasan Anda

Share This Article