Joint Operation atau Kerja Sama Operasi (KSO) adalah salah satu bentuk kerja sama usaha yang sering dilakukan oleh pelaku usaha, khususnya di bidang jasa konstruksi. Namun, apakah ada aturan khusus yang mengatur pembentukan joint operation dengan perusahaan asing? Bagaimana cara melaksanakannya? Dan apa saja manfaat dan risikonya?
Pengertian Joint Operation
Joint operation adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk bersama-sama melakukan suatu kegiatan usaha guna mencapai suatu tujuan tertentu. Masing-masing pihak memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang jelas berdasarkan perjanjian tertulis.
Joint operation juga dikenal dengan istilah konsorsium, yaitu suatu kesepakatan bersama subjek hukum untuk melakukan suatu pembiayaan, atau kesepakatan bersama antara subjek hukum untuk melakukan suatu pekerjaan bersama-sama dengan porsi-porsi pekerjaan yang sudah ditentukan dalam perjanjian.
Dalam hukum dagang, joint operation dikenal dengan persekutuan perdata atau perseroan perdata (maatschap). Persekutuan perdata adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang berjanji untuk memasukkan sesuatu ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh dari perseroan itu dibagi di antara mereka.
Aturan Joint Operation dengan Perusahaan Asing
Secara umum, tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur pembentukan joint operation dengan perusahaan asing. Namun, pada praktiknya, joint operation banyak dilakukan dalam kegiatan usaha jasa konstruksi. Dalam bidang usaha ini, terdapat sejumlah regulasi yang mengatur tentang Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) asing dan kewajiban pembentukan joint operation.
Salah satu regulasi yang mengatur hal ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (PP 5/2021). PP 5/2021 mengatur bahwa BUJK asing yang ingin melaksanakan kegiatan usaha jasa konstruksi di Indonesia harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Memiliki kantor perwakilan di Indonesia.
- Memiliki izin usaha jasa konstruksi dari kementerian atau lembaga yang bertanggung jawab di bidang jasa konstruksi.
- Melaksanakan kegiatan usaha jasa konstruksi melalui joint operation dengan BUJK nasional.
- Memiliki sertifikat badan usaha jasa konstruksi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN).
- Memiliki tenaga ahli sesuai dengan bidang usaha jasa konstruksi yang dilaksanakan.
- Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, PP 5/2021 juga mengatur bahwa BUJK nasional yang melakukan joint operation dengan BUJK asing harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Berbentuk BUMN, BUMD, atau badan usaha milik swasta.
- Minimal 30% dari nilai biaya pelaksanaan pekerjaan konstruksi dikerjakan oleh BUJK nasional mitra KSO.
- Minimal 50% dari nilai pekerjaan jasa konsultasi konstruksi dikerjakan oleh BUJK nasional mitra KSO.
Dengan demikian, perlu ditelusuri kembali aturan masing-masing sektor usaha terkait dengan ketentuan pembentukan joint operation atau KSO dengan perusahaan asing. Apabila berkaitan dengan bidang usaha jasa konstruksi, ketentuannya sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Manfaat dan Risiko Joint Operation dengan Perusahaan Asing
Joint operation dengan perusahaan asing memiliki beberapa manfaat, di antaranya:
- Memperluas jangkauan pasar dan peluang bisnis.
- Memanfaatkan keahlian, pengalaman, dan teknologi dari perusahaan asing.
- Meningkatkan daya saing dan kualitas produk atau jasa.
- Membagi resiko dan biaya operasional.
Namun, joint operation dengan perusahaan asing juga memiliki beberapa risiko, di antaranya:
- Terjadi konflik kepentingan atau perbedaan pandangan antara pihak-pihak yang terlibat.
- Terjadi pelanggaran hukum atau ketentuan perjanjian yang merugikan salah satu pihak.
- Terjadi perubahan kondisi pasar atau lingkungan bisnis yang tidak menguntungkan.
- Terjadi kegagalan dalam mencapai tujuan atau target yang ditetapkan.
Oleh karena itu, sebelum melakukan joint operation dengan perusahaan asing, pelaku usaha harus mempertimbangkan berbagai aspek, seperti legalitas, keuangan, teknis, manajemen, dan lain-lain. Selain itu, pelaku usaha juga harus membuat perjanjian yang jelas dan rinci mengenai hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing pihak, serta mekanisme penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi.
Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan informasi yang Anda butuhkan. Jika Anda memiliki pertanyaan, saran, atau kritik, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih