Cracking: Tindakan Meretas Data Pribadi yang Berujung Jerat Hukum

Alvin Karunia By Alvin Karunia
4 Min Read
hacker, computer, ghost
Photo by NoName_13 on Pixabay

Anda mungkin pernah mendengar istilah hacking, yaitu kegiatan mengeksplorasi sistem komputer secara kreatif. Namun, bagaimana dengan cracking? Apakah sama dengan hacking? Apa tujuan dan dampak dari cracking? Dan apa jerat hukum yang mengancam pelaku cracking?

Cracking adalah kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan teknologi untuk meretas atau memodifikasi sistem komputer dan jaringan. Cracking berbeda dengan hacking, karena cracking dilakukan dengan tujuan yang negatif, seperti mencuri data pribadi, merusak sistem, atau mengambil keuntungan dari sistem yang diretas.

Data pribadi adalah informasi yang menyangkut identitas, kode, simbol, huruf, atau angka penanda personal seseorang yang bersifat pribadi. Data pribadi dapat berupa nama, alamat, nomor telepon, email, nomor kartu kredit, dan sebagainya. Data pribadi sangat penting untuk dilindungi, karena dapat menyangkut hak dan kepentingan pribadi, profesional, atau bisnis seseorang.

Sayangnya, data pribadi sering menjadi sasaran empuk para cracker, yang ingin memanfaatkan data tersebut untuk kepentingan mereka sendiri, seperti menjual data ke pihak ketiga, melakukan penipuan, atau melakukan tindakan kriminal lainnya. Cracking dapat merugikan pemilik data pribadi, baik secara materiil maupun immateriil.

- Advertisement -

Di Indonesia, pelindungan data pribadi telah diatur dalam undang-undang khusus, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). UU PDP mengatur tentang hak dan kewajiban pemilik data pribadi, pengelola data pribadi, dan pihak lain yang terkait dengan data pribadi. UU PDP juga mengatur tentang prinsip, proses, dan mekanisme perlindungan data pribadi, serta sanksi hukum bagi pelanggaran.

Selain UU PDP, tindakan cracking juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. UU ITE mengatur tentang aspek hukum yang berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk tindak pidana di bidang teknologi informasi dan komunikasi.

Menurut UU PDP, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses, mengubah, menghapus, atau merusak data pribadi yang bukan miliknya, dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 miliar. Jika tindakan tersebut mengakibatkan kerugian, maka pidana penjara dapat ditingkatkan menjadi paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar.

Menurut UU ITE, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan, dapat dikenakan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Jika tindakan tersebut mengakibatkan kerugian, maka pidana penjara dapat ditingkatkan menjadi paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa cracking adalah tindakan meretas data pribadi yang berujung jerat hukum. Cracking dapat merugikan pemilik data pribadi dan mengganggu keamanan sistem informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan kita dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, serta menghormati dan melindungi data pribadi orang lain.

- Advertisement -

Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan informasi yang Anda butuhkan. Jika Anda memiliki pertanyaan, saran, atau kritik, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih.

Share This Article