jlk – Teknologi adalah anugerah yang membawa banyak kemudahan dan manfaat bagi kehidupan manusia.
Dengan teknologi, kita bisa berkomunikasi, berbelanja, bekerja, belajar, dan menghibur diri dengan lebih cepat, mudah, dan murah.
Tapi, apakah kita sadar bahwa di balik kemudahan dan manfaat tersebut, ada juga risiko dan ancaman yang mengintai privasi kita?
Privasi adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi dan hukum internasional.
Privasi adalah hak untuk menentukan informasi apa yang ingin kita bagikan dengan orang lain, dan bagaimana informasi tersebut digunakan.
Privasi juga berkaitan dengan kebebasan berekspresi, berpendapat, berkeyakinan, dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial.
Namun, di era digital saat ini, privasi kita semakin terancam oleh perkembangan teknologi yang memungkinkan pengumpulan, penyimpanan, analisis, dan penggunaan data pribadi kita oleh berbagai pihak, baik perusahaan, pemerintah, maupun individu yang tidak bertanggung jawab.
Data pribadi kita, seperti nama, alamat, nomor telepon, e-mail, lokasi, aktivitas online, preferensi pembelian, hingga data kesehatan dan biometrik, bisa dengan mudah didapatkan dan disalahgunakan untuk berbagai tujuan, seperti menargetkan iklan, menjual data kepada pihak ketiga, melakukan pengawasan, penipuan, pemerasan, hingga kejahatan siber lainnya.
Lalu, bagaimana kita bisa melindungi privasi kita di era digital? Apakah kita masih punya ruang pribadi yang tidak bisa diintip oleh teknologi? Apakah kita harus mengorbankan privasi kita demi menikmati kemudahan dan manfaat teknologi?
Atau apakah kita harus menolak teknologi demi menjaga privasi kita? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu tidak mudah dijawab, karena ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan, seperti kepentingan, hak, tanggung jawab, dan keseimbangan antara privasi dan teknologi.