jlk – Konflik agraria, sebuah drama tanpa akhir yang terus berputar di panggung negeri ini.
Seperti bola salju yang menggelinding, semakin lama semakin besar, semakin banyak pihak yang terlibat, semakin kompleks masalahnya.
Konflik agraria adalah konflik yang berhubungan dengan urusan pertanahan. Ibarat pohon, akarnya merambat ke dalam tanah, mencari nutrisi, namun sering kali malah menemukan batu keras berupa sengketa.
Konflik ini timbul sebagai akibat dari adanya ketidakserasian atau kesengajaan terkait sumber-sumber agraria berupa Sumber Daya Alam (SDA).
Konflik agraria muncul karena adanya perselisihan atau perbedaan keputusan oleh dua pihak atau lebih yang terlibat dalam pengurusan tanah.
Seperti dua anak kecil yang berebut mainan, hanya saja mainannya adalah tanah, dan anak-anak kecilnya adalah orang dewasa dengan kepentingan yang besar.
Indonesia, sebuah negara yang kaya akan SDA, namun ironisnya, justru menjadi lahan subur bagi konflik agraria.
Seperti seorang petani yang memiliki lahan subur, namun malah ditanami benih konflik. Tidak sedikit konflik agraria yang berujung pada pertumpahan darah, ketidakadilan, dan dampak-dampak lainnya.
Pemerintah, sebagai pemegang kebijakan, tentunya memiliki peran penting dalam menyelesaikan konflik agraria.
Namun, seperti seorang dokter yang berusaha menyembuhkan pasien dengan berbagai macam penyakit, solusinya tidak bisa instan dan membutuhkan waktu.
Konflik agraria, sebuah cerita yang masih terus berlanjut. Seperti novel dengan banyak bab, kita tidak tahu kapan akan ada kata “Selesai” di halaman terakhirnya.
Namun, satu hal yang pasti, kita semua berharap bahwa konflik agraria bisa segera terselesaikan dan tidak menambah daftar panjang luka di hati bangsa ini.
Demikian Kisanak.