Emas Antam Hilang, Eks GM Jadi Tersangka, Crazy Rich Surabaya Tersenyum

Yudha Cilaros By Yudha Cilaros
8 Min Read
Emas Antam Hilang, Eks GM Jadi Tersangka, Crazy Rich Surabaya Tersenyum
Emas Antam Hilang, Eks GM Jadi Tersangka, Crazy Rich Surabaya Tersenyum

Emas adalah logam mulia yang selalu menarik perhatian manusia sejak zaman dahulu. Emas memiliki nilai ekonomi yang tinggi, simbol kemewahan dan kekuasaan, serta daya tahan yang luar biasa. Tidak heran, banyak orang yang rela mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk membeli, menyimpan, atau berinvestasi dengan emas.

Namun, tidak semua orang bisa menikmati emas dengan cara yang jujur dan benar. Ada juga yang mencoba mendapatkan emas dengan cara-cara yang curang, licik, atau bahkan korup. Salah satu contoh kasus yang sedang ramai diberitakan adalah kasus dugaan korupsi penjualan logam mulia di Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 Antam.

Kasus ini melibatkan seorang pengusaha kaya raya asal Surabaya, Budi Said (BS), yang dikenal sebagai Crazy Rich Surabaya. BS diduga melakukan permufakatan jahat bersama mantan General Manajer (GM) PT Antam Abdul Hadi Aviciena (AHA) untuk merekayasa transaksi jual beli emas palsu pada tahun 2018. Akibatnya, PT Antam mengalami kerugian sebesar 1.136 kilogram emas atau setara dengan Rp 1,2 triliun.

Bagaimana bisa kasus ini terjadi? Apa motif di baliknya? Dan apa dampaknya bagi PT Antam dan masyarakat? Mari kita simak ulasan berikut ini.

- Advertisement -

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula dari pembelian emas seberat 7 ton oleh BS pada tahun 2018 di Butik Surabaya-1 PT Antam. BS mengaku hanya menerima 5,9 ton emas dari total pembelian tersebut. Sementara itu, PT Antam mengklaim telah menyerahkan seluruh emas yang dibeli oleh BS sesuai dengan nota pembelian.

BS yang merasa dirugikan menggugat PT Antam ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk mendapatkan sisa emas seberat 1,3 ton yang menjadi haknya. Gugatan tersebut juga ditujukan kepada lima orang pejabat PT Antam yang diduga terlibat dalam penjualan emas tersebut.

Di tingkat pertama, PN Surabaya mengabulkan gugatan BS dan mewajibkan PT Antam untuk menyerahkan sisa emas seberat 1,3 ton kepada BS. Namun, di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jawa Timur membatalkan putusan PN Surabaya dan menyatakan bahwa PT Antam tidak perlu menyerahkan sisa emas tersebut.

BS yang tidak terima dengan putusan banding tersebut mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Sementara itu, PT Antam juga mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA untuk membatalkan putusan PN Surabaya yang mengabulkan gugatan BS.

Di sisi lain, Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai melakukan penyelidikan terkait dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam penjualan emas tersebut. Kejagung menduga bahwa ada rekayasa transaksi jual beli emas antara BS dan AHA yang dilakukan di luar mekanisme yang berlaku.

- Advertisement -

Kejagung menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa BS dan AHA telah sepakat untuk melakukan transaksi jual beli emas di luar mekanisme yang ada, dengan tujuan untuk mendapatkan kemudahan, memutus pola dari Antam terhadap keluar masuknya logam mulia, dan mendapatkan seolah-olah harga diskon yang diberikan oleh Antam.

Selain itu, Kejagung juga menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa AHA telah membuat laporan palsu untuk menutupi adanya kekurangan stok emas di Butik Surabaya-1 PT Antam. Laporan tersebut seolah-olah menunjukkan bahwa kekurangan stok emas tersebut adalah hal yang wajar dan tidak ada unsur penyalahgunaan kewenangan.

Berdasarkan bukti-bukti tersebut, Kejagung pada tanggal 18 Januari 2024 menetapkan BS sebagai tersangka dalam kasus ini. BS langsung ditahan di sel tahanan Salemba cabang Kejagung. Kemudian, pada tanggal 1 Februari 2024, Kejagung menetapkan AHA sebagai tersangka kedua dalam kasus ini. AHA juga langsung ditahan di sel tahanan Kejagung.

- Advertisement -

Motif di Balik Kasus

Apa yang mendorong BS dan AHA untuk melakukan aksi korupsi ini? Apakah mereka hanya ingin mendapatkan keuntungan finansial semata? Atau ada motif lain yang lebih dalam?

Menurut pengamat ekonomi, kasus ini menunjukkan adanya indikasi praktik pencucian uang (money laundering) yang dilakukan oleh BS. BS diduga menggunakan emas sebagai alat untuk menyamarkan asal-usul uang yang berasal dari kegiatan ilegal, seperti narkoba, judi, atau prostitusi.

Dengan membeli emas dari PT Antam, BS bisa mengklaim bahwa uangnya berasal dari hasil investasi yang sah. Kemudian, dengan menjual emas tersebut di pasar gelap, BS bisa mendapatkan uang tunai yang lebih banyak dan lebih bersih.

Untuk melancarkan aksinya, BS membutuhkan kerjasama dari pejabat PT Antam, khususnya AHA yang menjabat sebagai GM pada tahun 2018. AHA diduga menerima imbalan dari BS untuk membantu merekayasa transaksi jual beli emas yang tidak sesuai dengan aturan.

Dengan bantuan AHA, BS bisa mendapatkan emas dengan harga yang lebih murah, tanpa harus membayar pajak, dan tanpa harus melaporkan transaksinya kepada otoritas terkait. Selain itu, AHA juga membantu BS untuk menutupi jejak transaksinya dengan membuat laporan palsu yang menyatakan bahwa tidak ada kekurangan stok emas di PT Antam.

Dampak bagi PT Antam dan Masyarakat

Kasus ini tentu saja sangat merugikan PT Antam, baik secara finansial maupun reputasi. PT Antam kehilangan emas seberat 1.136 kilogram yang bernilai Rp 1,2 triliun. Jumlah ini setara dengan 10 persen dari total produksi emas PT Antam pada tahun 2018, yang mencapai 11.400 kilogram.

Selain itu, kasus ini juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap PT Antam sebagai BUMN yang bergerak di bidang pertambangan dan pengolahan logam mulia. Masyarakat akan meragukan kredibilitas, profesionalisme, dan integritas PT Antam dalam menjalankan bisnisnya.

Kasus ini juga berdampak negatif bagi masyarakat, khususnya para investor dan pengguna emas. Kasus ini bisa menimbulkan ketidakpastian pasar, fluktuasi harga, dan spekulasi yang tidak sehat. Kasus ini juga bisa mengganggu stabilitas ekonomi dan keuangan nasional, mengingat emas adalah salah satu komoditas strategis yang berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah.

Kasus korupsi penjualan emas di PT Antam ini adalah salah satu contoh dari betapa bobroknya sistem dan mentalitas sebagian orang di negeri ini. Kasus ini menunjukkan bahwa ada orang-orang yang tidak segan-segan mengorbankan kepentingan umum demi kepentingan pribadi atau kelompok.

Kasus ini juga menunjukkan bahwa ada orang-orang yang tidak memiliki rasa takut akan hukum, karena merasa memiliki kekuatan dan kekayaan yang bisa melindungi mereka dari jerat hukum. Kasus ini juga menunjukkan bahwa ada orang-orang yang tidak memiliki rasa malu dan tanggung jawab, karena merasa bisa lolos dari pertanggungjawaban moral dan sosial.

Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa kita tidak boleh diam dan apatis terhadap fenomena korupsi yang merajalela di negeri ini. Kita harus bersikap kritis, waspada, dan proaktif.

Share This Article