Garuda Dimangsa Neokolonialisme, Hal Menyakitkan yang Harus Anda Sadari!

rasyiqi By rasyiqi - Writer, Digital Marketer
4 Min Read

Garuda, lambang negara kita, kini terbang rendah. Dulu, ia adalah penguasa alam semesta, kini ia terkurung dalam ‘sangkar’ oligarki. Dulu, ia memangsa, kini ia dimangsa oleh neokolonialisme.

Garuda, dalam mitologi Hindu, adalah kendaraan Dewa Wisnu yang berperang melawan para naga untuk menyelamatkan ibunya dari perbudakan. Garuda digambarkan sebagai sosok yang gagah perkasa, pemberani, dan setia.

Garuda juga melambangkan kebebasan, kekuatan, dan keadilan. Tidak heran, Garuda dipilih sebagai lambang negara Indonesia yang merdeka dari penjajahan. Garuda juga melambangkan Pancasila, dasar negara yang berisi lima sila yang harus dijunjung tinggi oleh seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila mungkinkah masih dihormati dan diamalkan oleh para pemimpin dan rakyat Indonesia dan merdeka dari belenggu neokolonialisme. Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin terlontar dari hati nurani kita yang prihatin melihat kondisi bangsa ini.

- Advertisement -

Indonesia, yang dulunya adalah negara agraris yang subur dan makmur, kini menjadi negara konsumtif yang bergantung pada impor pangan, energi, dan teknologi.

Indonesia, yang dulunya adalah negara yang berdaulat dan berwibawa di mata dunia, kini menjadi negara yang tunduk pada tekanan dan campur tangan asing.

Indonesia, yang dulunya adalah negara yang beragam dan toleran, kini menjadi negara yang terpecah belah oleh konflik dan radikalisme.

Di balik semua itu, ada ‘sangkar’ oligarki yang mengurung Indonesia dari kemajuan dan kesejahteraan. Oligarki adalah kelompok kecil orang yang menguasai kekayaan, kekuatan, dan sumber daya di suatu negara.

Oligarki ini terdiri dari para politisi, pengusaha, birokrat, militer, dan media yang saling bersekongkol untuk memperkaya diri sendiri dan mengorbankan kepentingan rakyat. Oligarki ini juga bersekutu dengan kekuatan asing yang ingin menguasai Indonesia dengan cara neokolonialisme.

- Advertisement -

Neokolonialisme adalah bentuk penjajahan baru yang dilakukan dengan cara ekonomi, politik, budaya, dan militer. Neokolonialisme ini bertujuan untuk menguras sumber daya alam, mengendalikan pasar, mempengaruhi kebijakan, menanamkan ideologi, dan mengintervensi kedaulatan Indonesia.

Neokolonialisme ini dilakukan oleh negara-negara maju, korporasi multinasional, lembaga keuangan internasional, dan organisasi non-pemerintah yang berkedok bantuan dan kerjasama.

Akibatnya, Indonesia menjadi negara yang lemah, miskin, bodoh, dan terbelakang. Rakyat Indonesia menjadi korban dari ketidakadilan, kemiskinan, ketergantungan, kebodohan, dan ketakutan. Rakyat Indonesia menjadi lupa akan jati diri, sejarah, dan cita-cita bangsanya. Rakyat Indonesia menjadi lupa akan Garuda, Pancasila, dan kemerdekaannya.

- Advertisement -

Maka, sudah saatnya kita membebaskan Garuda dari ‘sangkar’ oligarki dan neokolonialisme. Sudah saatnya kita mengembalikan kejayaan Garuda sebagai penguasa alam semesta. Sudah saatnya kita menghidupkan kembali Pancasila sebagai dasar negara dan pedoman hidup. Sudah saatnya kita mempertahankan kemerdekaan Indonesia sebagai harga mati.

Caranya adalah dengan melakukan perlawanan dan perubahan secara sadar, kritis, dan kreatif. Perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, penindasan, dan pengkhianatan yang dilakukan oleh oligarki dan neokolonialisme.

Perubahan terhadap segala bentuk ketertinggalan, keterpurukan, dan keterbelakangan yang dialami oleh Indonesia. Perlawanan dan perubahan yang dilakukan dengan cara damai, demokratis, dan beradab.

Kita harus bersatu, bergerak, dan berjuang untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, maju, dan berdaulat. Kita harus bersikap kritis, cerdas, dan berani dalam menghadapi segala tantangan dan ancaman yang menghadang.

Kita harus berpikir, berkarya, dan berinovasi dalam menciptakan solusi dan alternatif untuk kemajuan bangsa. Kita harus menjadi Garuda, bukan ayam. Kita harus menjadi pemangsa, bukan dimangsa. Kita harus menjadi penguasa, bukan terkurung. Kita harus menjadi Indonesia, bukan koloni.

Share This Article