Zina adalah perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Zina adalah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat dalam pernikahan yang sah. Zina dapat menimbulkan dampak negatif bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat. Salah satu dampaknya adalah terhadap nasib anak yang lahir dari hasil zina.
Anak yang lahir dari hasil zina tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya. Anak tersebut hanya dianggap sebagai anak ibunya dan keluarga ibunya. Anak tersebut tidak berhak mendapatkan warisan dari ayah biologisnya, kecuali jika ayah biologisnya mengakui anak tersebut secara sah dan memberikan wasiat kepadanya.
Begitulah ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, baik menurut hukum positif maupun hukum Islam. Namun, apakah ketentuan ini adil dan sesuai dengan kepentingan anak? Bagaimana pandangan para ulama dan ahli hukum tentang hak waris anak zina? Apa saja tantangan dan solusi yang dapat ditawarkan untuk menyelesaikan masalah ini?
Anak Zina Menurut Hukum Positif
Menurut Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Pasal ini tidak membedakan antara anak zina dan anak luar kawin. Anak zina adalah anak yang lahir dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang salah satu atau keduanya masih terikat dalam perkawinan lain. Anak luar kawin adalah anak yang lahir dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat dalam perkawinan sama sekali.
Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan ini sejalan dengan Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Pasal ini juga tidak membedakan antara anak zina dan anak luar kawin.
Dengan demikian, menurut hukum positif, anak zina tidak memiliki hubungan hukum dengan ayah biologisnya. Anak zina tidak berhak mendapatkan warisan dari ayah biologisnya, baik secara hukum waris maupun hukum wasiat. Anak zina juga tidak berhak mendapatkan nafkah, pendidikan, dan perlindungan dari ayah biologisnya.
Namun, pada tahun 2012, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang mengubah ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan. Dalam putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010, MK menyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan dapat memiliki hubungan perdata dengan ayahnya, asalkan dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti lain sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
Putusan MK ini memberikan harapan bagi anak zina untuk mendapatkan pengakuan dari ayah biologisnya. Jika ayah biologisnya mengakui anak zina tersebut secara sah, maka anak zina tersebut dapat memiliki hubungan hukum dengan ayah biologisnya, termasuk hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan tersebut, seperti hak waris, nafkah, pendidikan, dan perlindungan.
Namun, putusan MK ini juga menimbulkan beberapa masalah, antara lain:
- Bagaimana cara membuktikan hubungan biologis antara anak zina dan ayahnya? Apakah cukup dengan tes DNA atau perlu alat bukti lain?
- Bagaimana jika ayah biologisnya menolak mengakui anak zina tersebut? Apakah anak zina tersebut dapat menggugat ayah biologisnya untuk mengakui hubungan nasabnya?
- Bagaimana jika ayah biologisnya sudah memiliki istri dan anak sah lainnya? Apakah pengakuan terhadap anak zina tersebut tidak akan merugikan hak-hak istri dan anak sahnya, terutama dalam hal warisan?
Anak Zina Menurut Hukum Islam
Menurut hukum Islam, zina adalah perbuatan yang sangat dilarang dan diharamkan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)
Allah SWT juga memerintahkan untuk menjatuhkan hukuman cambuk sebanyak 100 kali bagi orang yang berzina, baik laki-laki maupun perempuan, dalam surat An-Nur ayat 2:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِن…
Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan informasi yang Anda butuhkan. Jika Anda memiliki pertanyaan, saran, atau kritik, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih.