Perkawinan adalah ikatan suci antara dua insan yang saling mencintai dan berkomitmen untuk membina rumah tangga yang harmonis. Dalam perkawinan, suami dan istri tidak hanya berbagi cinta, kasih sayang, dan tanggung jawab, tetapi juga harta benda yang mereka miliki atau peroleh selama masa perkawinan. Harta benda ini disebut sebagai harta bersama, yang menjadi salah satu isu penting dalam hukum keluarga Islam, terutama ketika terjadi perceraian.
Namun, apa sebenarnya pengertian harta bersama dalam Islam? Bagaimana hukumnya? Bagaimana cara membaginya? Dan apa tujuannya? Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengkaji sumber-sumber hukum Islam, baik yang klasik maupun yang kontemporer, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Pengertian Harta Bersama
Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh suami dan istri selama masa perkawinan, baik dengan usaha bersama maupun dengan usaha salah satu pihak saja. Harta bersama ini berbeda dengan harta bawaan, yaitu harta yang dimiliki suami atau istri sebelum perkawinan, atau harta yang diperoleh selama perkawinan karena pemberian, hadiah, atau warisan. Harta bawaan ini tetap menjadi milik pribadi masing-masing pihak dan tidak termasuk dalam pembagian harta bersama.
Dalam fikih Islam klasik, tidak dikenal adanya istilah harta bersama, karena harta benda dianggap sebagai hak milik individu yang tidak dapat dicampuradukkan dengan hak milik orang lain. Oleh karena itu, jika terjadi perceraian, maka harus dilihat siapa pemilik harta benda tersebut secara nyata dan jelas. Jika harta benda tersebut milik suami, maka ia berhak mengambilnya. Jika milik istri, maka ia berhak mengambilnya. Jika milik bersama, maka harus dibagi rata.
Namun, dalam perkembangan hukum Islam kontemporer, terutama di Indonesia, dikenal adanya harta bersama dalam perkawinan. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa perkawinan adalah bentuk syirkah, yaitu kerjasama atau kemitraan antara suami dan istri untuk membentuk rumah tangga yang harmonis. Dalam syirkah, semua harta benda yang diperoleh selama masa syirkah menjadi milik bersama, kecuali yang ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, harta benda yang diperoleh suami dan istri selama perkawinan menjadi harta bersama, kecuali yang ditentukan sebelumnya sebagai harta bawaan.
Hukum Harta Bersama
Hukum harta bersama dalam Islam adalah boleh, asalkan ada kesepakatan antara suami dan istri sejak awal perkawinan atau selama perkawinan. Kesepakatan ini dapat berupa perjanjian perkawinan, akta ikrar, atau surat pernyataan yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang. Kesepakatan ini harus mengatur tentang jenis, jumlah, dan cara pembagian harta bersama, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak terkait harta bersama.
Hukum harta bersama ini didasarkan pada beberapa dalil, antara lain:
- Firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa: 4, yang artinya: “Dan berikanlah kepada wanita (yang kamu nikahi) maskawinnya, sebagai pemberian dengan senang hati. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) dengan cara yang menyenangkan dan enak.”
- Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari Aisyah RA, bahwa Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya wanita adalah mitra kerja bagi laki-laki.”
- Pendapat mayoritas ulama, baik dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah maupun Syi’ah, bahwa harta bersama dalam perkawinan adalah boleh, asalkan ada kesepakatan antara suami dan istri.
Cara Pembagian Harta Bersama
Cara pembagian harta bersama dalam Islam adalah dengan mengikuti kesepakatan yang telah dibuat antara suami dan istri, baik sebelum perkawinan, selama perkawinan, maupun setelah perceraian. Jika tidak ada kesepakatan, maka dapat mengikuti salah satu dari dua cara berikut:
- Cara pertama adalah dengan mengkiyaskan harta bersama dengan syirkah abdan, yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal usaha atau pekerjaan. Dalam syirkah abdan, pembagian keuntungan dan kerugian dilakukan sesuai dengan perbandingan modal dan tenaga yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak. Jika modal dan tenaga sama, maka pembagian dilakukan secara rata. Jika modal dan tenaga berbeda, maka pembagian dilakukan secara proporsional. Demikian pula dengan harta bersama, pembagian dilakukan sesuai dengan perbandingan kontribusi suami dan istri dalam memperoleh harta bersama tersebut. Jika kontribusi sama, maka pembagian dilakukan secara rata. Jika kontribusi berbeda, maka pembagian dilakukan secara proporsional.
- Cara kedua adalah dengan mengkiyaskan harta bersama dengan syirkah inan, yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal modal atau harta benda. Dalam syirkah inan, pembagian keuntungan dan kerugian dilakukan sesuai dengan perbandingan modal atau harta benda yang dimasukkan oleh masing-masing pihak. Jika modal atau harta benda sama, maka pembagian dilakukan secara rata. Jika modal atau harta benda berbeda, maka pembagian dilakukan secara proporsional. Demikian pula dengan harta bersama, pembagian dilakukan sesuai dengan perbandingan modal atau harta benda yang dimasukkan oleh suami dan istri dalam perkawinan.
Tujuan Harta Bersama
Tujuan harta bersama dalam Islam adalah untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan, dan kerukunan antara suami dan istri dalam perkawinan. Harta bersama merupakan hasil dari kerjasama dan kemitraan antara suami dan istri, yang harus dihormati dan dijaga oleh masing-masing pihak. Harta bersama juga merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebahagiaan bersama, baik di dunia maupun di akhirat.
Harta bersama juga memiliki fungsi sosial, yaitu untuk membantu dan bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan, seperti fakir miskin, yatim piatu, janda, dan lain-lain. Harta bersama juga dapat digunakan untuk berinfak dan berwakaf di jalan Allah SWT, seperti membangun masjid, madrasah, panti asuhan, rumah sakit, dan lain-lain. Dengan demikian, harta bersama tidak hanya bermanfaat bagi suami dan istri, tetapi juga bagi masyarakat dan umat Islam.
Harta bersama dalam Islam adalah harta benda yang diperoleh suami dan istri selama masa perkawinan, yang menjadi milik bersama, kecuali yang ditentukan sebelumnya sebagai harta bawaan. Harta bersama ini boleh menurut hukum Islam, asalkan ada kesepakatan antara suami dan istri. Cara pembagian harta bersama dapat mengikuti kesepakatan tersebut, atau mengkiyaskan dengan syirkah abdan atau syirkah inan. Tujuan harta bersama adalah untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan, dan kerukunan antara suami dan istri, serta untuk bersedekah dan berwakaf di jalan Allah SWT.
Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan informasi yang Anda butuhkan. Jika Anda memiliki pertanyaan, saran, atau kritik, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih.