Seorang wanita berusia 22 tahun mengalami nasib tragis di tangan orang tuanya sendiri. Ia dikurung selama lebih dari dua minggu, ponselnya disita, dilarang bekerja, dan dilarang menjalankan ibadah sebagai seorang muslimah. Alasannya, orang tuanya tidak terima ia menjadi mualaf.
Kasus ini bukanlah kasus yang terisolasi. Banyak anak-anak yang mengalami perlakuan buruk dari orang tua mereka karena memilih agama yang berbeda. Apakah ini termasuk pelanggaran hak asasi manusia? Bagaimana hukumnya dalam Islam dan hukum positif di Indonesia?
Hak Beragama dalam Islam
Islam mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk memeluk agama yang diyakininya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:
لَا يُكْرَهُ أَحَدٌ عَلَى دِينٍ وَلَا يُنْزَعُ مِنْهُ
“Tidak boleh memaksa seseorang untuk (memeluk) agama dan tidak boleh mencabutnya darinya.” (HR. Abu Daud)
Dari ayat dan hadits di atas, dapat dipahami bahwa Islam menghormati kebebasan beragama setiap manusia. Islam tidak memaksa orang lain untuk masuk Islam, tetapi mengajak mereka dengan cara yang baik dan bijaksana. Islam juga tidak menghalangi orang yang ingin keluar dari Islam, meskipun ia akan mendapat hukuman di akhirat.
Hak Beragama dalam Konstitusi
Hak beragama juga dijamin oleh konstitusi negara kita, yaitu Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 28E ayat (1) dan (2) disebutkan:
Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Selain itu, Pasal 29 ayat (2) juga menyatakan:
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dari pasal-pasal tersebut, dapat dipahami bahwa negara mengakui dan melindungi hak beragama setiap warga negaranya. Negara tidak boleh memaksa atau melarang seseorang untuk memeluk agama tertentu. Negara juga harus memberikan fasilitas dan perlindungan bagi setiap orang yang ingin menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.
Pelanggaran Hak Beragama oleh Orang Tua
Lantas, bagaimana jika orang tua yang melanggar hak beragama anaknya? Apakah ini termasuk pelanggaran hak asasi manusia? Dan apa sanksi hukumnya?
Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara tidak sah dan sewenang-wenang mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mendapat penyelesaian hukum yang tepat berdasarkan prinsip-prinsip yang diakui dalam hukum internasional.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa perbuatan orang tua yang mengurung, menyita, melarang, dan menghalangi anaknya untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan agamanya adalah termasuk pelanggaran hak asasi manusia. Perbuatan tersebut secara tidak sah dan sewenang-wenang mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak beragama anaknya yang dijamin oleh UUD 1945.
Selain itu, perbuatan orang tua tersebut juga dapat dijerat dengan hukum pidana, baik berdasarkan KUHP lama maupun KUHP baru yang akan berlaku pada tahun 2026. Berikut adalah beberapa pasal yang relevan:
- Pasal 333 ayat (1) KUHP lama: Barang siapa dengan sengaja merampas kemerdekaan orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
- Pasal 466 ayat (1) KUHP baru: Setiap orang yang secara melawan hukum merampas kebebasan seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
- Pasal 335 ayat (1) KUHP lama: Barang siapa dengan sengaja menahan, mencegah, atau menghalangi seseorang untuk menjalankan ibadat agamanya, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
- Pasal 468 ayat (1) KUHP baru: Setiap orang yang dengan sengaja menahan, mencegah, atau menghalangi seseorang untuk menjalankan ibadat agamanya dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun.
- Pasal 351 ayat (1) KUHP lama: Barang siapa dengan sengaja menganiaya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
- Pasal 483 ayat (1) KUHP baru: Setiap orang yang dengan sengaja menganiaya orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun.
Dari pasal-pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang tua yang mengurung, menyita, melarang, dan menghalangi anaknya untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan agamanya dapat dikenakan pidana penjara dan atau pidana denda, tergantung dari tingkat dan dampak penganiayaannya.
Langkah Hukum yang Dapat Ditempuh
Jika seorang anak mengalami perlakuan buruk dari orang tua karena pindah agama, apa yang dapat ia lakukan? Berikut adalah beberapa langkah hukum yang dapat ditempuh:
- Melaporkan ke polisi: Jika anak merasa terancam, terluka, atau terintimidasi oleh orang tua, ia dapat melaporkan ke polisi dengan membawa bukti-bukti yang mendukung, seperti saksi, surat keterangan dokter, foto, video, atau rekaman suara. Polisi akan melakukan mediasi
- Selain melalui mediasi HAM, Anda juga dapat menempuh jalur hukum pidana dengan melaporkan perbuatan orang tua Anda ke polisi. Pasal 466 ayat (1) KUHP lama dan Pasal 624 ayat (1) UU 1/2023 tentang KUHP baru mengatur bahwa barang siapa dengan sengaja merampas kebebasan seseorang atau mempertahankan perampasan kebebasan seseorang, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
Pasal 466 ayat (2) KUHP lama dan Pasal 624 ayat (2) UU 1/2023 tentang KUHP baru menambahkan bahwa jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya yang belum dewasa, maka pidananya ditambah sepertiga.
Pasal 467 KUHP lama dan Pasal 625 UU 1/2023 tentang KUHP baru menyatakan bahwa jika perampasan kebebasan itu dilakukan dengan maksud untuk memaksa seseorang melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, atau untuk memperoleh sesuatu, maka pidananya ditambah sepertiga.
Pasal 468 KUHP lama dan Pasal 626 UU 1/2023 tentang KUHP baru mengatur bahwa jika perampasan kebebasan itu mengakibatkan luka berat atau kematian, maka pidananya ditingkatkan menjadi pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Pasal 469 KUHP lama dan Pasal 627 UU 1/2023 tentang KUHP baru menentukan bahwa jika perampasan kebebasan itu dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, atau dengan tipu muslihat, maka pidananya ditingkatkan menjadi pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 470 KUHP lama dan Pasal 628 UU 1/2023 tentang KUHP baru menjelaskan bahwa jika perampasan kebebasan itu dilakukan dengan maksud untuk menyerahkan korban kepada pihak asing atau membawanya ke luar negeri, maka pidananya ditingkatkan menjadi pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh lima tahun. Dari beberapa pasal di atas, dapat kita lihat bahwa perbuatan orang tua Anda dapat dipidana dengan berbagai ancaman hukuman, tergantung pada cara, maksud, dan akibat dari perampasan kebebasan tersebut. Namun, sebelum Anda melaporkan orang tua Anda ke polisi, kami sarankan Anda untuk mencoba berbicara dengan mereka secara baik-baik dan menyampaikan alasan Anda memeluk agama Islam. Anda juga dapat meminta bantuan dari pihak lain yang dapat membantu Anda, seperti keluarga, teman, tokoh agama, atau lembaga sosial yang menangani masalah konversi agama.