Pemilihan umum (Pemilu) adalah pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia. Melalui Pemilu, rakyat dapat memilih wakil-wakilnya di legislatif dan eksekutif, serta menentukan arah kebijakan negara. Namun, Pemilu juga rentan terhadap berbagai pelanggaran dan sengketa yang dapat mengancam legitimasi dan kredibilitas hasil Pemilu. Oleh karena itu, diperlukan lembaga yang independen dan profesional untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu secara adil, jujur, dan akuntabel.
Salah satu lembaga yang bertugas mengawasi Pemilu adalah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Bawaslu merupakan lembaga negara yang bersifat permanen dan mandiri, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Bawaslu memiliki tugas, wewenang, dan kewajiban untuk mengawasi seluruh tahapan Pemilu, mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga penetapan hasil Pemilu.
Bawaslu memiliki kewenangan untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran Pemilu dan sengketa proses Pemilu. Pelanggaran Pemilu adalah setiap perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan Pemilu, yang dapat berupa pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, pelanggaran pidana, atau politik uang. Sengketa proses Pemilu adalah perselisihan yang timbul dalam penyelenggaraan Pemilu, yang dapat berupa sengketa daftar pemilih, sengketa pencalonan, sengketa hasil penghitungan suara, atau sengketa hasil Pemilu.
Bawaslu memiliki mekanisme penyelesaian pelanggaran dan sengketa Pemilu yang berbeda-beda, sesuai dengan jenis dan tingkatannya. Secara umum, Bawaslu dapat menyelesaikan pelanggaran dan sengketa Pemilu melalui mediasi, adjudikasi, atau penyerahan kepada instansi yang berwenang. Bawaslu juga dapat memberikan rekomendasi, sanksi, atau putusan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran dan sengketa Pemilu.
Bawaslu tidak hanya mengawasi Pemilu di tingkat pusat, tetapi juga di tingkat daerah. Bawaslu memiliki perwakilan di setiap provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan, yang disebut Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan. Bawaslu juga dibantu oleh Panwaslu Desa/Kelurahan dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS) di setiap desa/kelurahan dan TPS. Seluruh jajaran Bawaslu berkoordinasi dan bersinergi dalam melaksanakan pengawasan Pemilu.
Bawaslu telah mengalami transformasi kewenangan dari regulasi ke regulasi. Sebelum UU Pemilu 2017, Bawaslu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu (UU Penyelenggara Pemilu). Dalam UU Penyelenggara Pemilu, Bawaslu memiliki kewenangan yang lebih terbatas, yaitu hanya mengawasi tahapan Pemilu, menerima laporan pelanggaran, menyelesaikan sengketa, dan meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan. Dalam UU Pemilu 2017, Bawaslu mendapatkan kewenangan yang lebih luas, yaitu melakukan pencegahan dan penindakan pelanggaran, mengawasi netralitas aparatur sipil negara, TNI, dan Polri, serta mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan terkait Pemilu.
Dengan kewenangan yang lebih luas, Bawaslu diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengawasan Pemilu, sehingga dapat mewujudkan Pemilu yang berintegritas, bermartabat, dan berkualitas. Bawaslu juga diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dan kepercayaan masyarakat terhadap Pemilu, sehingga dapat mengawal demokrasi dan menjaga kedaulatan rakyat.