jlk- Pemerasan dengan kekerasan adalah tindak pidana yang dilakukan dengan memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membuat utang, atau menghapuskan piutang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 368 KUHP, yang merupakan salah satu pasal yang masih berlaku dari KUHP lama yang merupakan peninggalan kolonial Belanda.
Tindak pidana pemerasan dengan kekerasan sering terjadi di masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Motif pelaku bermacam-macam, mulai dari mencari keuntungan, membalas dendam, hingga menyalurkan emosi. Korban pemerasan dengan kekerasan bisa siapa saja, dari kalangan bawah hingga atas, dari anak-anak hingga orang tua, dari perempuan hingga laki-laki.
Pemerasan dengan kekerasan dapat menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi korban, baik secara materiil maupun immateriil. Korban dapat mengalami kerugian harta benda, luka-luka, trauma psikologis, hingga kematian. Selain itu, pemerasan dengan kekerasan juga dapat mengancam kehidupan dan kebebasan korban, karena korban dapat terpaksa melakukan sesuatu yang tidak diinginkan atau melanggar hukum.
Salah satu contoh kasus pemerasan dengan kekerasan yang sempat menghebohkan publik adalah kasus yang menimpa seorang wanita bernama Yuyun (bukan nama sebenarnya) di tahun 2019. Yuyun adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Jakarta.
Suatu hari, ia mendapat telepon dari seorang pria yang mengaku sebagai polisi. Pria itu mengatakan bahwa suaminya terlibat dalam kasus narkoba dan meminta Yuyun untuk membayar uang tebusan sebesar Rp 200 juta.
Yuyun yang ketakutan dan tidak tahu menahu tentang kasus suaminya, langsung menuruti permintaan pria itu. Ia mengirim uang sebesar Rp 100 juta melalui transfer bank dan sisanya melalui kurir yang diutus oleh pria itu.
Namun, setelah uang terkirim, pria itu tidak menghubungi Yuyun lagi. Yuyun kemudian mencoba menghubungi suaminya, tetapi tidak ada jawaban. Ia pun curiga dan melapor ke polisi.
Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata pria yang menghubungi Yuyun adalah seorang penipu yang berpura-pura menjadi polisi. Suaminya tidak terlibat dalam kasus narkoba, melainkan sedang berada di luar kota untuk urusan pekerjaan.
Yuyun menjadi korban pemerasan dengan kekerasan yang dilakukan dengan modus ancaman penangkapan dan penjara. Ia merasa tertipu dan kehilangan uang yang merupakan hasil jerih payah suaminya.
Kasus Yuyun bukanlah kasus yang terisolasi. Banyak kasus serupa yang terjadi di Indonesia, dengan modus yang beragam, seperti ancaman pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, penyebaran foto atau video intim, hingga pengungkapan rahasia.
Para pelaku memanfaatkan ketakutan, kebodohan, atau kelemahan korban untuk memeras mereka.
Bagaimana hukum menangani kasus-kasus pemerasan dengan kekerasan? Apakah ada upaya pencegahan dan perlindungan bagi korban? Bagaimana cara menghindari dan mengatasi pemerasan dengan kekerasan? Artikel ini akan membahas hal-hal tersebut dengan mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Hukum Pidana Pemerasan dengan Kekerasan
Seperti disebutkan sebelumnya, tindak pidana pemerasan dengan kekerasan diatur dalam Pasal 368 KUHP. Berikut adalah bunyi pasal tersebut:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal ini memiliki beberapa unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dikenakan pidana pemerasan dengan kekerasan, yaitu:
- Unsur subjektif, yaitu adanya maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Maksud ini harus terbukti dari niat atau kesadaran pelaku untuk melakukan pemerasan dengan kekerasan. Jika pelaku tidak memiliki maksud tersebut, maka ia tidak dapat dijerat dengan pasal ini.
- Unsur objektif, yaitu adanya perbuatan memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Perbuatan memaksa ini harus bersifat fisik atau lahiriah, seperti memukul, menendang, menodong senjata, atau mengancam akan membunuh.
Jika perbuatan memaksa bersifat psikis atau batiniah, seperti mengancam akan mencemarkan nama baik, membuka rahasia, atau menyebarluaskan foto atau video intim, maka pelaku dapat dijerat dengan pasal 369 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman pencemaran. - Unsur objek, yaitu adanya barang sesuatu yang diberikan, hutang yang dibuat, atau piutang yang dihapuskan. Barang sesuatu ini dapat berupa uang, barang berharga, surat berharga, atau hak milik lainnya.
Hutang dan piutang ini dapat berupa kewajiban hukum atau moral yang timbul dari perjanjian atau undang-undang. Objek ini harus dimiliki oleh korban atau orang lain, bukan oleh pelaku. Jika objek tersebut dimiliki oleh pelaku, maka ia tidak dapat dijerat dengan pasal ini.
Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku pemerasan dengan kekerasan adalah pidana penjara paling lama sembilan tahun. Sanksi ini dapat ditingkatkan jika pemerasan dengan kekerasan menyebabkan luka berat, mati, atau bunuh diri korban.
Dalam hal ini, ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat KUHP tentang pencurian dengan kekerasan berlaku bagi pemerasan dengan kekerasan.
Pasal 368 KUHP merupakan pasal yang masih berlaku dari KUHP lama yang merupakan peninggalan kolonial Belanda. KUHP lama ini dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai Pancasila.
Oleh karena itu, pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku tiga tahun sejak diundangkan, yaitu pada tahun 2026.
Dalam KUHP baru, tindak pidana pemerasan dengan kekerasan diatur dalam Pasal 482. Berikut adalah bunyi pasal tersebut:
Dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, Setiap Orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan untuk:
a. memberikan suatu Barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
b. membuat utang atau menghapuskan piutang.
Pasal ini memiliki beberapa perbedaan dengan Pasal 368 KUHP lama, antara lain:
- Pasal ini menggunakan istilah “Setiap Orang” sebagai subjek hukum, sedangkan Pasal 368 KUHP lama menggunakan istilah “barang siapa”.
Istilah “Setiap Orang” lebih luas maknanya, karena mencakup orang perseorangan maupun badan hukum, baik yang berbentuk badan usaha maupun organisasi kemasyarakatan. - Pasal ini menggunakan istilah “Kekerasan atau Ancaman Kekerasan” sebagai objek hukum, sedangkan Pasal 368 KUHP lama menggunakan istilah “kekerasan atau ancaman kekerasan”.
Istilah “Kekerasan atau Ancaman Kekerasan” lebih jelas dan tegas, karena mencakup semua bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan, baik yang bersifat fisik maupun psikis. - Pasal ini menggunakan istilah “Barang” sebagai objek hukum, sedangkan Pasal 368 KUHP lama menggunakan istilah “barang sesuatu”.
Istilah “Barang” lebih luas maknanya, karena mencakup semua jenis barang, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, baik yang bergerak maupun tidak bergerak. - Pasal ini tidak mencantumkan sanksi pidana tambahan bagi pelaku pemerasan dengan kekerasan yang menyebabkan luka berat, mati, atau bunuh diri korban.
Sanksi pidana tambahan ini diatur dalam pasal-pasal lain yang mengatur tentang tindak pidana penganiayaan, pembunuhan, atau penghasutan bunuh diri.
Pencegahan dan Perlindungan Korban Pemerasan dengan Kekerasan
Pencegahan dan perlindungan korban pemerasan dengan kekerasan adalah hal yang sangat penting.
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya pemerasan dengan kekerasan, memberikan pendidikan hukum, dan memperketat pengawasan dan penegakan hukum.
Perlindungan korban dapat dilakukan dengan cara memberikan bantuan hukum, rehabilitasi, dan kompensasi.
Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam pencegahan dan perlindungan korban pemerasan dengan kekerasan.
Pemerintah harus membuat dan menerapkan kebijakan yang efektif, sedangkan masyarakat harus aktif melaporkan kasus pemerasan dengan kekerasan dan membantu korban.
Pemerasan dengan kekerasan adalah tindak pidana yang serius dan merugikan banyak orang. Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 368 KUHP dan Pasal 482 KUHP baru.
Pelaku dapat dijatuhi pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pencegahan dan perlindungan korban adalah hal yang sangat penting. Semua pihak harus bekerja sama dalam pencegahan dan perlindungan korban pemerasan dengan kekerasan.