Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu pilar demokrasi yang memberikan kesempatan kepada seluruh warga negara Indonesia (WNI) untuk memilih perwakilan rakyat dan pemimpin negara. Namun, tidak semua WNI memiliki hak pilih dalam Pemilu. Ada sebagian WNI yang dilarang ikut serta dalam Pemilu, yaitu anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Larangan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Pasal 200, yang menyebutkan bahwa anggota TNI dan Polri tidak memiliki hak pilih dalam Pemilu. Alasan larangan ini adalah untuk menjaga netralitas dan profesionalisme TNI dan Polri sebagai alat negara yang bertugas menjaga kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan bangsa.
Namun, bagaimana dengan pensiunan TNI dan Polri? Apakah mereka juga dilarang ikut Pemilu? Apakah mereka masih berhak menerima hak pensiun jika terlibat dalam politik praktis? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita perlu melihat beberapa peraturan yang berkaitan dengan Pemilu dan pensiun TNI dan Polri.
Pensiunan TNI/Polri Boleh Ikut Pemilu
Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penyusunan Daftar Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi Data Pemilih (PKPU 7/2022) Pasal 4 huruf f, salah satu syarat WNI dapat terdaftar sebagai pemilih adalah tidak sedang menjadi prajurit TNI atau anggota Polri.
Hal ini berarti bahwa pensiunan TNI dan Polri yang sudah tidak lagi menjadi prajurit atau anggota aktif, boleh ikut Pemilu sebagai pemilih. Mereka dapat menggunakan hak suaranya untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Presiden dan Wakil Presiden.
Selain sebagai pemilih, pensiunan TNI dan Polri juga boleh ikut Pemilu sebagai calon anggota legislatif (caleg) atau calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres). Namun, ada syarat khusus yang harus dipenuhi oleh pensiunan TNI dan Polri yang ingin maju sebagai caleg atau capres-cawapres.
Syarat khusus ini diatur dalam Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PKPU 19/2023) Pasal 4 ayat (1) huruf g dan Pasal 5 ayat (1) huruf g, yang menyatakan bahwa calon anggota DPR, DPD, DPRD, dan calon presiden dan wakil presiden harus berstatus sebagai pensiunan TNI atau Polri.
Status pensiunan TNI atau Polri ini harus dibuktikan dengan surat keputusan pemberhentian dengan hormat dari pejabat yang berwenang. Selain itu, pensiunan TNI atau Polri yang ingin menjadi caleg atau capres-cawapres juga harus memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh UU Pemilu dan PKPU, seperti usia, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Pensiunan TNI/Polri Tetap Berhak Menerima Hak Pensiun
Pensiun adalah hak yang diberikan kepada prajurit TNI dan anggota Polri yang diberhentikan dengan hormat, termasuk pula tunjangan atau pesangon dan rawatan kesehatan. Pensiun diberikan sebagai penghargaan atas jasa dan pengabdian mereka kepada negara dan bangsa.
Pensiun TNI dan Polri diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (UU 11/1969), Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit Tentara Nasional Indonesia (PP 39/2010), dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2019 tentang Penetapan Pensiun Pokok Purnawirawan, Warakawuri/Duda, Tunjangan Anak Yatim/Piatu, dan Tunjangan Orang Tua Anggota Tentara Nasional Indonesia (PP 19/2019).
Menurut ketentuan-ketentuan tersebut, hak pensiun TNI dan Polri dapat hapus atau dicabut apabila terjadi salah satu hal berikut:
- Jika penerima pensiun pegawai tidak seizin pemerintah menjadi anggota tentara atau pegawai negeri suatu negara asing.
- Jika penerima pensiun pegawai/pensiun janda/duda/bagian pensiun janda menurut keputusan pejabat/Badan Negara yang berwenang dinyatakan salah melakukan tindakan atau terlibat dalam suatu gerakan yang bertentangan dengan kesetiaan terhadap Negara dan Haluan Negara yang berdasarkan Pancasila.
- Jika ternyata bahwa keterangan-keterangan yang diajukan sebagai bahan untuk penetapan pemberian pensiun pegawai/pensiun janda/duda/bagian pensiun janda, tidak benar dan bekas Pegawai Negeri atau janda/duda/anak yang bersangkutan sebenarnya tidak berhak diberikan pensiun.
Dari ketentuan-ketentuan di atas, tidak ada yang mengatur bahwa hak pensiun TNI dan Polri akan hapus atau dicabut apabila pensiunan TNI dan Polri terlibat dalam politik praktis, baik sebagai pemilih, caleg, atau capres-cawapres. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pensiunan TNI dan Polri tetap berhak menerima hak pensiun meskipun setelah pensiun mereka berpolitik praktis.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
- Pensiunan TNI dan Polri boleh ikut Pemilu sebagai pemilih, caleg, atau capres-cawapres, asalkan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh UU Pemilu dan PKPU.
- Pensiunan TNI dan Polri tetap berhak menerima hak pensiun meskipun setelah pensiun mereka berpolitik praktis, kecuali terjadi hal-hal yang dapat menghapus atau mencabut hak pensiun mereka sesuai dengan peraturan perundang-undangan.