Perzinaan dalam KUHP: Antara Hukum dan Moral

Alvin Karunia By Alvin Karunia
5 Min Read
couple in love, passion, ro
Photo by waldryano on Pixabay

jkl- Perzinaan, atau persetubuhan antara orang yang bukan suami-istri, adalah salah satu tindak pidana yang diatur dalam KUHP. Namun, apakah perzinaan hanya sekadar masalah hukum, atau juga menyangkut aspek moral, sosial, dan budaya?

Pasal 284 KUHP: Delik Aduan Absolut

Pasal 284 KUHP mengatur tentang tindak pidana perzinaan, yang diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. Pasal ini berlaku bagi:

  • Seorang laki-laki yang telah kawin yang melakukan perzinaan, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
  • Seorang perempuan yang telah kawin yang melakukan perzinaan, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
  • Seorang laki-laki yang turut serta melakukan perzinaan, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
  • Seorang perempuan yang telah kawin yang turut serta melakukan perzinaan, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

Pasal 27 BW sendiri mengatur bahwa seorang laki-laki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja, dan seorang perempuan hanya dengan satu orang laki-laki saja.

Pasal 284 KUHP termasuk dalam delik aduan absolut, yang artinya tidak dapat dituntut jika tidak ada pengaduan dari suami/istri yang dirugikan.

- Advertisement -

Pengaduan ini juga harus diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan ranjang dalam tenggang waktu tiga bulan. Pengaduan ini dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Pasal 411 UU 1/2023: Perubahan dalam KUHP Baru

Pada tanggal 2 Januari 2023, Presiden Joko Widodo menandatangani UU 1/2023 tentang KUHP baru, yang akan mulai berlaku pada tahun 2026. Dalam KUHP baru ini, tindak pidana perzinaan diatur dalam pasal 411, yang berbunyi sebagai berikut:

Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.

Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

  • Suami atau istrinya bagi orang yang terikat perkawinan;
  • Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

- Advertisement -

Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Dari pasal ini, terlihat beberapa perbedaan dengan pasal 284 KUHP lama, antara lain:

  • Ancaman pidana penjara lebih lama, yaitu satu tahun, dan ditambah dengan pidana denda;
  • Pengaduan tidak hanya berasal dari suami/istri, tetapi juga dari orang tua/anak bagi yang tidak terikat perkawinan;
  • Tidak ada syarat permintaan bercerai atau pisah meja dan ranjang;
  • Tidak ada kaitan dengan pasal 27 BW.

Perzinaan sebagai Masalah Kompleks

Meskipun perzinaan dianggap sebagai tindak pidana yang melanggar hukum, namun tidak dapat dipungkiri bahwa perzinaan juga merupakan masalah yang kompleks, yang berkaitan dengan aspek moral, sosial, dan budaya.

- Advertisement -

Perzinaan tidak hanya menimbulkan dampak hukum bagi pelakunya, tetapi juga menimbulkan dampak psikologis, emosional, dan sosial bagi korban, keluarga, dan masyarakat.

Perzinaan sering kali dianggap sebagai bentuk pengkhianatan, penghinaan, dan pelecehan terhadap pasangan yang sah. Perzinaan juga dapat menimbulkan rasa sakit, marah, kecewa, dan trauma bagi pasangan yang ditinggalkan.

Perzinaan juga dapat mengancam keharmonisan dan keutuhan rumah tangga, serta menimbulkan masalah hukum seperti perceraian, nafkah, hak asuh anak, dan waris.

Perzinaan juga dapat menimbulkan dampak sosial, seperti penyebaran penyakit menular seksual, kehamilan tidak diinginkan, aborsi, dan anak luar nikah.

Perzinaan juga dapat menurunkan moral dan etika masyarakat, serta merusak nilai-nilai agama dan budaya yang menghargai kesucian dan kesetiaan perkawinan.

Oleh karena itu, perzinaan bukan hanya sekadar masalah hukum, tetapi juga menyangkut aspek moral, sosial, dan budaya. Perzinaan membutuhkan penanganan yang komprehensif, tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga dari sisi pendidikan, kesehatan, agama, dan masyarakat.

Perzinaan juga membutuhkan kesadaran dan tanggung jawab dari setiap individu, untuk menghormati dan menjaga komitmen perkawinan, serta menghindari godaan dan rayuan yang dapat merusak hubungan suami-istri.

Share This Article