Selingkuh atau berzina adalah perbuatan yang tidak hanya merusak rumah tangga, tetapi juga dapat berdampak pada karier seseorang. Apalagi jika selingkuhan adalah rekan kerja di kantor yang sama. Bagaimana hukum dan etika ketenagakerjaan mengatur persoalan ini? Apakah perusahaan berhak memecat karyawan yang ketahuan selingkuh dengan rekan kerjanya?
Kasus Pilot dan Pramugari
Baru-baru ini, publik dihebohkan dengan kasus perselingkuhan yang melibatkan pilot dan pramugari salah satu maskapai penerbangan di Indonesia. Perselingkuhan tersebut terungkap setelah istri pilot mengunggah percakapan suaminya dengan pramugari di media sosial. Dalam percakapan tersebut, terlihat bahwa keduanya telah melakukan hubungan intim di luar nikah.
Menanggapi kasus ini, pihak maskapai mengambil tindakan tegas dengan tidak memberikan tugas terbang kepada pilot dan pramugari yang bersangkutan selama proses pemeriksaan berlangsung. Pihak maskapai juga mengatakan bahwa akan memberikan sanksi sesuai dengan peraturan perusahaan jika terbukti melanggar kode etik.
Hukum Perselingkuhan
Dari sudut pandang hukum, perselingkuhan atau perzinaan adalah tindak pidana yang diatur dalam Pasal 284 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
- a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
- a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.”
Pasal 27 BW yang dimaksud adalah pasal yang mengatur bahwa pada waktu yang sama, seorang laki-laki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan seorang perempuan hanya dengan satu orang laki-laki saja.
Namun, untuk dapat menjerat pelaku perselingkuhan dengan pasal ini, diperlukan adanya pengaduan dari suami atau istri yang dirugikan, dan dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan ranjang karena alasan itu juga, sebagaimana diatur dalam Pasal 284 ayat (2) KUHP.
Selain itu, perselingkuhan juga dapat menjadi alasan untuk melakukan perceraian, sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Etika Ketenagakerjaan
Dari sudut pandang etika ketenagakerjaan, perselingkuhan atau perbuatan asusila antara sesama karyawan dapat dianggap sebagai pelanggaran yang dapat berakibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini tergantung pada peraturan yang berlaku di masing-masing perusahaan, seperti perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Menurut Pasal 52 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja yang melanggar perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, setelah sebelumnya diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga berturut-turut.
Selain itu, menurut Pasal 52 ayat (2) PP 35/2021, pengusaha dapat langsung melakukan PHK terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang dapat diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Salah satu contoh pelanggaran bersifat mendesak yang dijelaskan dalam penjelasan pasal ini adalah jika pekerja melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
Dalam lingkup pegawai negeri sipil, perselingkuhan atau kumpul kebo juga dilarang dan dapat dikenakan sanksi teguran hingga pemberhentian, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
- Perselingkuhan atau perzinaan adalah tindak pidana yang dapat dikenakan pidana penjara paling lama sembilan bulan, jika ada pengaduan dari suami atau istri yang dirugikan dan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan ranjang.
- Perselingkuhan atau perbuatan asusila antara sesama karyawan dapat menjadi alasan untuk melakukan PHK, jika dilarang dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, atau jika dianggap sebagai pelanggaran bersifat mendesak yang dilakukan di lingkungan kerja.
- Perselingkuhan atau kumpul kebo bagi pegawai negeri sipil juga dilarang dan dapat dikenakan sanksi teguran hingga pemberhentian.
Oleh karena itu, selingkuh di kantor bukan hanya merugikan diri sendiri dan keluarga, tetapi juga dapat mengancam nasib karier seseorang. Sebaiknya, setiap karyawan menjaga profesionalisme dan integritas dalam bekerja, serta menghormati komitmen dan tanggung jawab dalam berumah tangga.