Surplus 44 Bulan, Apa Rahasia Neraca Perdagangan Indonesia?

Alvin Karunia By Alvin Karunia
6 Min Read
tendency, nature, curve
Photo by geralt on Pixabay

Indonesia kembali mencatatkan surplus neraca perdagangan pada Desember 2023, sekaligus mempertahankan capaian 44 bulan beruntun atau 3 tahun 8 bulan.

Bagaimana Indonesia bisa mencapai prestasi ini di tengah tantangan ekonomi global?

Permintaan Global Melambat, Harga Komoditas Stabil

Salah satu faktor yang mendukung surplus neraca perdagangan Indonesia adalah stabilitas harga komoditas ekspor utama, seperti batu bara dan minyak sawit mentah (CPO).

Meskipun permintaan global cenderung melemah, terutama dari Amerika Serikat dan China, harga komoditas ini tetap tinggi karena faktor musiman dan cuaca.

- Advertisement -

Batu bara, misalnya, mengalami kenaikan harga karena peningkatan permintaan selama musim dingin di belahan bumi utara.

Sementara itu, CPO relatif stabil karena dampak El Nino yang mengurangi pasokan dari produsen utama, seperti Malaysia dan Indonesia.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, harga komoditas yang relatif stabil pada Desember 2023 membantu ekspor Indonesia membaik dari kontraksi bulan sebelumnya. 

“Meskipun harga komoditas relatif stabil pada Desember 2023, terutama komoditas ekspor utama seperti batu bara dan CPO, PMI manufaktur mitra dagang utama Indonesia menunjukkan penurunan, mengindikasikan perlambatan permintaan global,” katanya kepada Bisnis.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia pada Desember 2023 turun sebesar 7,61% secara tahunan (year-on-year/yoy), membaik dari kontraksi bulan sebelumnya -8,56% yoy.

- Advertisement -

Nilai ekspor Indonesia pada Desember 2023 mencapai US$22,4 miliar, sedikit lebih rendah dari US$22,6 miliar pada November 2023.

Permintaan Domestik Menguat, Impor Melambat

Faktor lain yang berkontribusi terhadap surplus neraca perdagangan Indonesia adalah perlambatan impor, yang menunjukkan efisiensi dan substitusi produk dalam negeri.

Impor Indonesia pada Desember 2023 tumbuh sebesar 0,74% yoy, melambat dari 3,29% yoy pada November 2023.

- Advertisement -

Nilai impor Indonesia pada Desember 2023 mencapai US$20,4 miliar, lebih rendah dari US$20,6 miliar pada bulan sebelumnya.

Josua Pardede menyampaikan, perlambatan impor ini tidak mengurangi permintaan domestik, yang terus menguat sejalan dengan pemulihan ekonomi.

Hal ini terindikasi dari peningkatan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia dari 51,7 pada November 2023 menjadi 52,2 pada Desember 2023.

“Peningkatan PMI Manufaktur pada Desember ini pun merupakan yang tertinggi sejak September 2023, dengan pertumbuhan produksi mencapai puncak dalam empat bulan dan pesanan baru mengalami kenaikan paling signifikan sejak September 2023,” katanya.

Selain itu, impor yang tetap kuat pada Desember 2023 juga dipengaruhi oleh adanya potensi kenaikan permintaan yang bertepatan dengan periode libur Natal dan tahun baru.

Impor ini terutama didorong oleh impor nonmigas, yang mencakup bahan baku, barang modal, dan barang konsumsi.

Surplus 44 Bulan, Apa Dampaknya?

Dengan surplus neraca perdagangan pada Desember 2023 sebesar US$2 miliar, Indonesia berhasil mencatatkan surplus sepanjang 2023 sebesar US$35,63 miliar.

Surplus ini lebih rendah dibandingkan dengan capaian surplus perdagangan pada 2022 yang sebesar US$54,46 miliar, namun tetap merupakan prestasi yang membanggakan.

Surplus neraca perdagangan ini memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam hal neraca pembayaran, nilai tukar rupiah, dan cadangan devisa.

Surplus neraca perdagangan berarti Indonesia memiliki lebih banyak pemasukan dari ekspor daripada pengeluaran untuk impor, sehingga mengurangi defisit transaksi berjalan (current account) dan meningkatkan surplus transaksi modal dan finansial (capital and financial account).

Dengan demikian, neraca pembayaran Indonesia menjadi lebih sehat dan berimbang, yang mencerminkan kekuatan ekonomi Indonesia di mata dunia.

Neraca pembayaran yang positif juga menopang nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang cenderung menguat sepanjang 2023.

Selain itu, surplus neraca perdagangan juga menambah cadangan devisa Indonesia, yang mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah pada akhir 2023, yaitu US$155,9 miliar.

Apa Tantangan ke Depan?

Meskipun Indonesia berhasil mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 44 bulan berturut-turut, tantangan ke depan tetap ada.

Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia, terutama di sektor manufaktur, yang masih kalah dari negara-negara tetangga, seperti Vietnam dan Thailand.

Selain itu, Indonesia juga harus mengantisipasi perubahan kebijakan perdagangan global, terutama dari Amerika Serikat dan China, yang berpotensi memicu perang dagang dan proteksionisme.

Kebijakan ini bisa berdampak negatif bagi ekspor Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu, Indonesia perlu terus melakukan reformasi struktural, diversifikasi pasar, dan peningkatan kualitas produk, agar bisa mempertahankan surplus neraca perdagangan di masa depan.

Indonesia juga perlu memperkuat kerja sama regional dan multilateral, serta memanfaatkan peluang dari perjanjian perdagangan bebas, seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

Surplus neraca perdagangan Indonesia selama 44 bulan beruntun adalah bukti bahwa Indonesia memiliki potensi besar sebagai negara produsen dan pengekspor.

Namun, potensi ini harus dijaga dan dikembangkan dengan bijak, agar bisa memberikan manfaat bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan informasi yang Anda butuhkan. Jika Anda memiliki pertanyaan, saran, atau kritik, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih.

Share This Article