Tidak dapat dipungkiri, Tiongkok adalah salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Bahkan saat pandemi melanda dunia, Tiongkok masih mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif sebesar 3%, sementara ekonomi global mengalami kontraksi sebesar 4%.
Ini menunjukkan bahwa Tiongkok memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi krisis, meskipun ada yang mengatakan bahwa angka-angka yang mereka laporkan tidak sepenuhnya akurat.
Tiongkok juga memiliki keunggulan dalam hal produksi dan perdagangan. Tiongkok adalah negara dengan ekspor terbesar di dunia, dengan nilai mencapai 2,5 triliun dolar AS pada tahun 2019.
Tiongkok juga merupakan negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia, dengan nilai mencapai 3,1 triliun dolar AS pada tahun 2020.
Tiongkok juga merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, dengan sekitar 1,4 miliar jiwa pada tahun 2020.
Dengan jumlah penduduk yang besar, Tiongkok memiliki pasar yang potensial dan tenaga kerja yang murah.
Namun, kekuatan ekonomi Tiongkok tidak serta merta menjadikannya negara adikuasa. Tiongkok masih menghadapi beberapa masalah ekonomi yang serius, seperti ketimpangan sosial, utang publik, korupsi, polusi, dan ketergantungan pada impor energi.
Tiongkok juga masih tertinggal dari Amerika Serikat dalam hal produk domestik bruto (PDB) per kapita, yang mencerminkan tingkat kesejahteraan rakyat.
Pada tahun 2019, PDB per kapita Tiongkok adalah sekitar 10.000 dolar AS, sementara PDB per kapita Amerika Serikat adalah sekitar 65.000 dolar AS.
Selain itu, Tiongkok juga menghadapi persaingan dan konflik dengan negara-negara lain, terutama Amerika Serikat, yang tidak senang dengan kebangkitan Tiongkok.
Amerika Serikat telah menerapkan berbagai sanksi dan tarif impor terhadap produk-produk Tiongkok, yang berdampak negatif pada perdagangan dan investasi antara kedua negara.
Amerika Serikat juga mencoba mengisolasi Tiongkok dari kawasan Asia Pasifik, dengan membentuk aliansi dengan negara-negara seperti Jepang, Australia, India, dan Vietnam.