Si Pokrol merasa tidak terima dengan gugatan cerai yang diajukan oleh istrinya, Si Mawar. Dalam gugatan tersebut, Si Mawar menuduh Si Pokrol sebagai suami yang tidak bertanggung jawab, kasar, dan sering berselingkuh. Padahal, menurut Si Pokrol, tuduhan itu tidak benar sama sekali. Ia mengaku selalu mencintai dan memenuhi kewajiban sebagai suami. Ia juga tidak pernah berbuat kasar atau berselingkuh dengan wanita lain.
“Kalau dia mau cerai, ya cerai saja. Tapi jangan fitnah saya dengan hal-hal yang tidak pernah saya lakukan. Itu kan pencemaran nama baik. Saya bisa laporkan dia ke polisi,” kata Si Pokrol dengan nada kesal.
Benarkah Si Pokrol bisa melaporkan istrinya karena isi gugatan cerai yang tidak sesuai dengan fakta? Apa dasar hukumnya? Bagaimana proses dan konsekuensinya?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu pencemaran nama baik dan apa itu gugatan cerai.
Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama baik adalah perbuatan yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan tujuan untuk merendahkan martabatnya di mata masyarakat. Pencemaran nama baik termasuk dalam tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru.
Terdapat enam macam pencemaran nama baik yang diatur dalam KUHP lama dan KUHP baru, yaitu:
- Penistaan, yaitu perbuatan yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang secara lisan, tulisan, atau perbuatan lainnya di depan umum. Diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP lama atau Pasal 433 ayat (1) KUHP baru.
- Penistaan dengan surat, yaitu perbuatan yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menyebarluaskan, memamerkan, atau menempelkan surat, potret, atau benda lain yang mengandung penistaan. Diatur dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP lama atau Pasal 433 ayat (2) KUHP baru.
- Fitnah, yaitu perbuatan yang menuduh seseorang dengan suatu perbuatan yang dapat menimbulkan hukuman pidana atau perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, padahal mengetahui bahwa tuduhan itu tidak benar. Diatur dalam Pasal 311 KUHP lama atau Pasal 434 KUHP baru.
- Penghinaan ringan, yaitu perbuatan yang menghina seseorang tanpa maksud untuk menyebarluaskannya. Diatur dalam Pasal 315 KUHP lama atau Pasal 436 KUHP baru.
- Pengaduan palsu atau pengaduan fitnah, yaitu perbuatan yang mengadukan seseorang kepada penguasa dengan sengaja memberikan keterangan palsu atau menuduh seseorang dengan suatu perbuatan yang dapat menimbulkan hukuman pidana, padahal mengetahui bahwa tuduhan itu tidak benar. Diatur dalam Pasal 317 KUHP lama atau Pasal 437 KUHP baru.
- Persangkaan palsu, yaitu perbuatan yang menyatakan atau menyebarkan suatu persangkaan yang dapat merugikan kehormatan atau nama baik seseorang, padahal mengetahui bahwa persangkaan itu tidak benar. Diatur dalam Pasal 318 KUHP lama atau Pasal 438 KUHP baru.
Gugatan Cerai
Gugatan cerai adalah permohonan perceraian yang diajukan oleh salah satu pihak suami atau istri kepada pengadilan agama atau pengadilan negeri sesuai dengan agama atau kepercayaan yang dianutnya. Gugatan cerai merupakan ranah perdata, yang berbeda dengan pencemaran nama baik yang merupakan ranah pidana.
Gugatan cerai harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu:
- Gugatan cerai hanya dapat diajukan setelah terjadi percobaan perdamaian antara suami dan istri yang gagal.
- Gugatan cerai harus didasarkan pada alasan-alasan yang cukup, yaitu bahwa antara suami dan istri sudah tidak mungkin hidup rukun lagi sebagai suami istri.
- Gugatan cerai harus diajukan secara tertulis dan ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya.
- Gugatan cerai harus memuat hal-hal yang menjadi pokok perkara, yaitu identitas para pihak, tanggal dan tempat perkawinan, jumlah anak, alasan gugatan, dan tuntutan gugatan.
Laporan Pencemaran Nama Baik dalam Gugatan Cerai
Kembali ke kasus Si Pokrol dan Si Mawar, apakah Si Pokrol bisa melaporkan istrinya karena isi gugatan cerai yang tidak sesuai dengan fakta? Jawabannya adalah bisa, asalkan Si Pokrol dapat membuktikan bahwa isi gugatan cerai tersebut mengandung pencemaran nama baik.
Salah satu cara untuk membuktikan pencemaran nama baik adalah dengan mengajukan saksi-saksi yang dapat memberikan keterangan yang mendukung. Misalnya, saksi-saksi yang mengetahui bahwa Si Pokrol tidak pernah berselingkuh, tidak pernah berbuat kasar, atau tidak pernah lalai dalam kewajiban sebagai suami.
Selain itu, Si Pokrol juga harus memperhatikan pasal mana yang dapat dijadikan dasar hukum dalam melaporkan perbuatan istrinya. Dalam hal ini, pasal yang paling relevan adalah pasal tentang pengaduan palsu atau pengaduan fitnah, yaitu Pasal 317 KUHP lama atau Pasal 437 KUHP baru.
Pasal ini mengatur bahwa barangsiapa mengadukan seseorang kepada penguasa dengan sengaja memberikan keterangan palsu atau menuduh seseorang dengan suatu perbuatan yang dapat menimbulkan hukuman pidana, padahal mengetahui bahwa tuduhan itu tidak benar, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Dalam konteks gugatan cerai, penguasa yang dimaksud adalah hakim yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara perceraian. Jadi, jika Si Mawar sengaja memberikan keterangan palsu atau menuduh Si Pokrol dengan suatu perbuatan yang dapat menimbulkan hukuman pidana, padahal mengetahui bahwa tuduhan itu tidak benar, maka Si Mawar dapat dianggap melakukan pengaduan palsu atau pengaduan fitnah.
Proses dan Konsekuensi Laporan Pencemaran Nama Baik dalam Gugatan Cerai
Jika Si Pokrol ingin melaporkan istrinya karena isi gugatan cerai yang tidak sesuai dengan fakta, maka ia harus mengikuti proses hukum yang berlaku. Ia harus membuat laporan polisi dengan menyertakan bukti-bukti yang relevan, seperti salinan gugatan cerai, surat panggilan sidang, dan saksi-saksi yang dapat memberikan keterangan.
Setelah itu, polisi akan melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk menentukan apakah ada cukup bukti untuk menetapkan Si Mawar sebagai tersangka. Jika ya, maka polisi akan menyerahkan berkas perkara ke kejaksaan untuk dilimpahkan ke pengadilan. Jika tidak, maka polisi akan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Di pengadilan, Si Pokrol harus membuktikan bahwa istrinya bersalah melakukan pencemaran nama baik. Ia harus menghadirkan saksi-saksi dan alat bukti lain yang dapat meyakinkan hakim. Sementara itu, Si Mawar juga berhak untuk membela diri dan mengajukan pembelaan atau bantahan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Si Pokrol bisa melaporkan istrinya karena isi gugatan cerai yang tidak sesuai dengan fakta, asalkan ia dapat membuktikan bahwa isi gugatan tersebut mengandung pencemaran nama baik. Namun, ia harus mempertimbangkan dengan matang sebelum mengambil langkah hukum tersebut, karena proses hukum ini bukanlah proses yang mudah atau cepat dan dapat menimbulkan berbagai konsekuensi.
Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan informasi yang Anda butuhkan. Jika Anda memiliki pertanyaan, saran, atau kritik, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih.