Dipaksa Resign, Apa Hak Anda?

Alvin Karunia By Alvin Karunia
4 Min Read
stop, violence, abuse
Photo by Alexas_Fotos on Pixabay

Anda bekerja dengan baik dan loyal di perusahaan tempat Anda berkarier. Namun, suatu hari Anda dipanggil oleh atasan dan diminta untuk menandatangani surat pengunduran diri. Anda merasa tidak bersalah dan tidak ingin mengundurkan diri, tetapi atasan Anda mengancam akan memberhentikan Anda dengan tidak hormat jika tidak menuruti permintaannya. Apa yang harus Anda lakukan? Apa hak Anda sebagai pekerja yang dipaksa resign?

Pengunduran diri atau resign adalah salah satu cara berakhirnya hubungan kerja antara pekerja dan pemberi kerja. Pengunduran diri harus dilakukan atas kemauan sendiri dari pekerja, tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun. Jika ada paksaan atau tekanan, maka pengunduran diri tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan.

Menurut Pasal 162 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengunduran diri harus dilakukan dengan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja paling singkat 30 hari sebelumnya. Pemberi kerja juga harus memberikan surat keterangan kerja kepada pekerja yang mengundurkan diri.

Pekerja yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri berhak mendapatkan uang penggantian hak dan uang pisah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Uang penggantian hak meliputi hak cuti tahunan yang belum diambil, biaya perjalanan pulang, dan biaya pemulangan jenazah jika meninggal dunia. Uang pisah adalah uang yang diberikan sebagai penghargaan atas masa kerja pekerja di perusahaan.

- Advertisement -

Namun, bagaimana jika pekerja dipaksa untuk mengundurkan diri oleh pemberi kerja? Apakah pekerja masih berhak mendapatkan uang penggantian hak dan uang pisah? Apakah pekerja dapat menggugat tindakan pemberi kerja tersebut?

Menurut Pasal 151 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pemberi kerja tidak boleh melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. PHK harus dilakukan dengan alasan yang sah dan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksananya. Jika pemberi kerja melakukan PHK secara sepihak, pekerja dapat mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial.

Paksaan pengunduran diri oleh pemberi kerja dapat dikategorikan sebagai PHK sepihak, karena pemberi kerja mengakhiri hubungan kerja tanpa alasan yang sah dan tanpa mengikuti prosedur yang benar. Paksaan pengunduran diri juga melanggar hak asasi manusia, yaitu hak untuk bekerja dan memilih pekerjaan.

Pekerja yang dipaksa untuk mengundurkan diri dapat membuktikan adanya paksaan dengan cara menunjukkan bukti-bukti, seperti rekaman suara, pesan singkat, surat elektronik, saksi-saksi, atau dokumen-dokumen lain yang relevan. Pekerja juga dapat menolak untuk menandatangani surat pengunduran diri atau menulis kalimat “dipaksa” di atas tanda tangan.

Pekerja yang dipaksa untuk mengundurkan diri berhak mendapatkan perlindungan hukum dan ganti rugi dari pemberi kerja. Pekerja dapat mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial untuk meminta pembatalan surat pengunduran diri dan pengembalian status sebagai pekerja. Pekerja juga dapat meminta uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang ganti rugi lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Paksaan pengunduran diri oleh pemberi kerja adalah tindakan yang tidak etis dan melanggar hukum. Pekerja yang mengalami hal tersebut tidak perlu takut atau diam, tetapi harus berani membela hak-haknya. Pekerja juga dapat mencari bantuan dari serikat pekerja, advokat, atau lembaga bantuan hukum untuk mendapatkan bimbingan dan pendampingan hukum.

- Advertisement -
Share This Article