Mencari solusi untuk sengketa lahan bukanlah hal yang mudah, karena melibatkan banyak pihak, faktor, dan aspek yang saling berinteraksi.
Namun, ada beberapa prinsip yang bisa dijadikan pedoman dalam mencari solusi untuk sengketa lahan, yaitu:
- Solusi harus berdasarkan fakta, data, dan bukti yang valid, objektif, dan akurat, bukan berdasarkan opini, asumsi, atau spekulasi yang subjektif, bias, atau tidak benar.
- Solusi harus menghormati hak, kewajiban, dan kepentingan semua pihak yang terlibat, tanpa memihak, mendiskriminasi, atau mengeksploitasi salah satu pihak.
- Solusi harus mengedepankan dialog, komunikasi, dan kerjasama antara semua pihak yang terlibat, tanpa menggunakan kekerasan, intimidasi, atau ancaman terhadap salah satu pihak.
- Solusi harus mencerminkan keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat, tanpa menimbulkan ketimpangan, kemiskinan, atau ketergantungan bagi salah satu pihak.
- Solusi harus mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, politik, hukum, dan budaya bagi lingkungan dan generasi mendatang, tanpa merusak ekosistem, menghabiskan sumber daya, atau mengancam keberlanjutan hidup.
Salah satu contoh solusi yang berhasil diterapkan untuk menyelesaikan sengketa lahan adalah kasus yang terjadi di Desa Sumber Jaya, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat. Di sana, terjadi sengketa lahan antara warga dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Warga mengklaim bahwa lahan yang dikuasai oleh TNBBS adalah milik mereka secara turun-temurun, sedangkan TNBBS mengklaim bahwa lahan itu adalah milik negara yang sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
Sengketa ini sudah berlangsung sejak tahun 1980 dan sempat menimbulkan konflik yang berdarah.
Namun, pada tahun 2000, warga dan TNBBS sepakat untuk menyelesaikan sengketa lahan melalui proses mediasi yang difasilitasi oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM).
Hasilnya, warga dan TNBBS sepakat untuk mengubah status lahan dari kawasan konservasi menjadi kawasan tumpang sari, di mana warga boleh bercocok tanam di lahan itu asalkan tidak merusak ekosistem.
Selain itu, warga dan TNBBS juga sepakat untuk membentuk kelompok tani hutan, di mana warga boleh memanfaatkan hasil hutan di lahan itu asalkan tidak merusak ekosistem. Kesepakatan ini berhasil menyelesaikan sengketa lahan dan mengubah konflik menjadi kerjasama.
Sengketa lahan adalah masalah yang kompleks dan multidimensi, yang melibatkan banyak pihak, faktor, dan aspek yang saling berinteraksi.
Oleh karena itu, penyelesaian sengketa lahan membutuhkan pendekatan yang komprehensif, partisipatif, dan berkelanjutan, yang melibatkan semua pihak, mempertimbangkan semua faktor, dan memperhatikan semua aspek.
Hanya dengan cara ini, kita bisa mencari solusi permanen untuk luka lama yang tak kunjung sembuh, dan menciptakan keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat.
Demikian Kisanak.