Siapa yang tidak kenal dengan Siri, asisten virtual yang bisa menjawab pertanyaan dan melakukan perintah dari pengguna iPhone?
Atau Google Translate, aplikasi yang bisa menerjemahkan berbagai bahasa dengan cepat dan mudah?
Kedua contoh tersebut adalah salah satu bentuk dari teknologi kecerdasan buatan (AI) yang sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari.
AI adalah teknologi yang mampu meniru kemampuan kognitif manusia, seperti berpikir, memahami, belajar, menyelesaikan masalah, dan mengambil keputusan.
AI juga bisa beradaptasi dengan lingkungan dan situasi yang berubah-ubah. AI bisa diterapkan dalam berbagai bidang, mulai dari pendidikan, kesehatan, hiburan, hingga bisnis.
Namun, seiring dengan perkembangan AI, muncul juga kekhawatiran tentang dampaknya bagi pekerjaan manusia. Apakah AI akan menggantikan pekerjaan manusia? Apakah AI akan menciptakan pekerjaan baru? Apakah AI akan meningkatkan atau menurunkan kesejahteraan manusia?
Dampak AI bagi Pekerjaan Manusia
Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan bahwa hampir 40% pekerjaan di seluruh dunia dapat terdampak oleh meningkatnya penggunaan AI.
Ketua IMF Kristalina Georgieva menyerukan kepada pemerintah untuk membentuk regulasi dan menawarkan program pelatihan ulang sebagai solusi untuk menghadapi dampak AI.
Dia menilai tren penggunaan AI ini harus segera diatasi agar tidak berdampak pada karyawan di dunia lebih banyak lagi.
“Sebagian besar, AI kemungkinan akan memperburuk kesenjangan secara keseluruhan, sebuah tren yang meresahkan yang harus diatasi secara proaktif oleh para pembuat kebijakan untuk mencegah teknologi tersebut semakin memicu ketegangan sosial,” tulis Georgieva dalam unggahan di blognya.
Georgieva memperkirakan dampaknya akan lebih terasa di negara maju dibandingkan negara berkembang.
Hal ini berdasarkan pada pekerja kantoran dinilai lebih berisiko terkena dampak dibandingkan pekerja kasar.
Di negara-negara maju, misalnya, sebanyak 60% pekerjaan bisa terkena dampak AI. Di sisi lain, AI memang menawarkan kemudahan dan mendorong produktivitas lebih tinggi.
“Bagi yang lainnya, aplikasi AI dapat menjalankan tugas-tugas utama yang saat ini dilakukan oleh manusia, sehingga dapat mengurangi tenaga kerja. Alhasil, menurunkan upah dan mengurangi perekrutan. Dalam kasus yang paling ekstrim, beberapa pekerjaan ini mungkin hilang,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia menyebut negara-negara berkembang dan negara-negara berpenghasilan rendah, sebanyak 40% dan 26% pekerjaan diperkirakan akan terkena dampak AI.
Pasar negara berkembang mengacu pada negara-negara seperti India dan Brazil dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Sementara, negara-negara berpendapatan rendah mengacu pada negara-negara berkembang dengan pendapatan per kapita berada pada tingkat tertentu seperti Burundi dan Sierra Leone.
Dia memperingatkan bahwa penggunaan AI dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kekacauan sosial. Misalnya, ada pekerja yang lebih muda dan kurang berpengalaman memanfaatkan teknologi tersebut sebagai cara untuk membantu meningkatkan output mereka, sementara pekerja yang lebih senior kesulitan untuk mengimbanginya.
“Banyak dari negara-negara ini tidak memiliki infrastruktur atau tenaga kerja terampil untuk memanfaatkan keunggulan AI, sehingga meningkatkan risiko bahwa seiring berjalannya waktu, teknologi tersebut dapat memperburuk kesenjangan,” imbuhnya.
Menurut analisis Ekonom Goldman Sachs pada bulan Maret 2023 lalu, penerapan AI secara luas pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) PDB global sebesar 7% setiap tahun selama periode 10 tahun.
Beberapa perusahaan teknologi telah secara langsung menggunakan AI sebagai alasan mereka mengurangi karyawan. Misalnya, Buzzfeed Inc., perusahaan media digital yang berkantor pusat di New York, AS, mengumumkan rencana untuk menggunakan AI untuk membantu dalam penciptaan konten dan menutup departemen berita intinya, dengan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap lebih dari 100 staf.
Peluang dan Tantangan bagi Pekerjaan Manusia
Meskipun AI dapat mengancam pekerjaan manusia, AI juga dapat menciptakan peluang baru bagi pekerjaan manusia.
Sebuah studi yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF) pada tahun 2023 memperkirakan bahwa AI akan menghilangkan 75 juta pekerjaan di seluruh dunia pada tahun 2024, tetapi juga akan menciptakan 133 juta pekerjaan baru.
Pekerjaan baru tersebut akan membutuhkan keterampilan yang berbeda dari pekerjaan lama, seperti kreativitas, kritis, kolaborasi, dan komunikasi.
“AI akan mengubah perekonomian global. Mari kita pastikan hal ini bermanfaat bagi kemanusiaan,” kata Georgieva.
Untuk memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh AI, pekerja manusia harus bersiap untuk mengembangkan keterampilan dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di era AI.
Hal ini memerlukan upaya bersama dari pemerintah, dunia usaha, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil untuk menyediakan akses dan kesempatan bagi pekerja manusia untuk belajar sepanjang hayat (lifelong learning).
Salah satu contoh inisiatif yang dilakukan untuk meningkatkan kesiapan pekerja manusia di era AI adalah program Digital Talent Scholarship (DTS) yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi dan perusahaan teknologi di Indonesia.
Program ini bertujuan untuk memberikan beasiswa pelatihan digital bagi 25.000 peserta dari berbagai latar belakang, mulai dari pelajar, mahasiswa, dosen, hingga profesional.
Program DTS menawarkan lima bidang pelatihan, yaitu data science, cloud computing, big data, internet of things (IoT), dan cyber security.
Peserta yang lulus pelatihan akan mendapatkan sertifikat dari Kominfo dan mitra penyelenggara, serta kesempatan untuk magang atau bekerja di perusahaan teknologi.
“Program ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang siap menghadapi tantangan dan peluang di era digital, khususnya di bidang AI,” kata Menteri Kominfo Johnny G Plate dalam keterangan resminya.
Selain program DTS, ada juga program lain yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan digital pekerja manusia di Indonesia, seperti Digitalent, Digital Skilling, dan Digital Leadership Academy. Program-program ini diharapkan dapat membantu pekerja manusia untuk beradaptasi dan bersaing di era AI.
Kesimpulan
AI adalah teknologi yang memiliki potensi besar untuk mengubah dunia, termasuk pekerjaan manusia.
AI dapat memberikan manfaat, seperti meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tetapi juga dapat menimbulkan risiko, seperti menggantikan pekerjaan manusia dan memperburuk kesenjangan.
Untuk menghadapi dampak AI, pekerja manusia harus bersiap untuk mengembangkan keterampilan dan kompetensi yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja di era AI.