Pemalsuan dokumen adalah salah satu tindak pidana yang sering terjadi di masyarakat. Dokumen yang dipalsukan bisa berupa surat, akta, ijazah, paspor, kartu identitas, atau dokumen lain yang dapat dipakai sebagai bukti keterangan.
Pemalsuan dokumen bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti membuat dokumen palsu, mengubah dokumen asli, memalsukan tanda tangan, atau menggunakan dokumen orang lain.
Pemalsuan dokumen bisa dilakukan dengan berbagai motif, seperti untuk mendapatkan hak, menghindari kewajiban, menipu, atau menyembunyikan identitas.
Pemalsuan dokumen merupakan tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama yang saat ini masih berlaku, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU 1/2023) baru yang akan berlaku pada tahun 2026.
Kedua aturan tersebut mengatur berbagai jenis dan bentuk pemalsuan dokumen, serta ancaman hukumannya. Berikut adalah beberapa pasal yang mengatur tentang pemalsuan dokumen:
- Pasal 263 KUHP dan Pasal 391 UU 1/2023: mengatur tentang pemalsuan dokumen yang dapat menimbulkan hak, perikatan, pembebasan hutang, atau bukti suatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai dokumen tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 6 tahun (KUHP) atau 7 tahun (UU 1/2023).
- Pasal 264 KUHP dan Pasal 392 UU 1/2023: mengatur tentang bentuk-bentuk pemalsuan dokumen, seperti membuat dokumen palsu, memalsu dokumen, memalsu tanda tangan, atau memakai dokumen palsu. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 6 tahun (KUHP) atau 7 tahun (UU 1/2023).
- Pasal 266 KUHP dan Pasal 394 UU 1/2023: mengatur tentang pemalsuan dokumen otentik, yaitu dokumen yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang, oleh pejabat umum, seperti notaris, hakim, atau pegawai negeri. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 7 tahun (KUHP) atau 9 tahun (UU 1/2023).
- Pasal 267 KUHP dan Pasal 395 UU 1/2023: mengatur tentang pemalsuan surat keterangan dokter, yaitu surat yang dikeluarkan oleh dokter yang berisi keterangan tentang kesehatan, penyakit, atau kematian seseorang. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 4 tahun (KUHP) atau 5 tahun (UU 1/2023).
- Pasal 268 KUHP dan Pasal 396 UU 1/2023: mengatur tentang pembuatan surat keterangan dokter palsu, yaitu surat yang dibuat oleh orang yang bukan dokter yang berisi keterangan palsu tentang kesehatan, penyakit, atau kematian seseorang. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 2 tahun (KUHP) atau 3 tahun (UU 1/2023).
- Pasal 269 KUHP dan Pasal 397 UU 1/2023: mengatur tentang pemalsuan surat keterangan tanda kelakuan baik, kecakapan, kemiskinan, kecacatan, atau keadaan lain, yaitu surat yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yang berisi keterangan tentang hal-hal tersebut. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 2 tahun (KUHP) atau 3 tahun (UU 1/2023).
- Pasal 270 KUHP dan Pasal 398 UU 1/2023: mengatur tentang pemalsuan pas jalan atau surat penggantinya, kartu keamanan, surat perintah jalan, atau surat lainnya menurut undang-undang, yaitu surat yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yang berisi keterangan tentang identitas, perjalanan, atau kegiatan seseorang. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 2 tahun (KUHP) atau 3 tahun (UU 1/2023).
- Pasal 271 KUHP dan Pasal 399 UU 1/2023: mengatur tentang pemalsuan surat pengantar bagi kerbau atau sapi, yaitu surat yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yang berisi keterangan tentang kepemilikan, asal-usul, atau kesehatan hewan tersebut. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 2 tahun (KUHP) atau 3 tahun (UU 1/2023).
- Pasal 274 KUHP dan Pasal 400 UU 1/2023: mengatur tentang pemalsuan surat keterangan seorang pejabat, yaitu surat yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yang berisi keterangan palsu tentang hal-hal yang berhubungan dengan jabatannya. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 4 tahun (KUHP) atau 5 tahun (UU 1/2023).
Selain pasal-pasal di atas, ada juga pasal-pasal lain yang mengatur tentang pemalsuan dokumen dalam undang-undang khusus, seperti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan lain-lain.
Unsur Pemalsuan Dokumen
Untuk dapat menjerat seseorang dengan pasal-pasal pemalsuan dokumen, harus dibuktikan adanya unsur-unsur berikut:
- Unsur subjektif, yaitu adanya niat atau maksud jahat (dolus) dari pelaku untuk membuat, memalsukan, atau memakai dokumen palsu, seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu.
- Unsur objektif, yaitu adanya perbuatan yang konkret dari pelaku yang sesuai dengan bentuk-bentuk pemalsuan dokumen, seperti membuat, mengubah, menambah, mengurangi, atau memalsukan dokumen, tanda tangan, atau cap.
- Unsur akibat, yaitu adanya kemungkinan atau kenyataan kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan pelaku, baik bagi dirinya sendiri, orang lain, atau kepentingan umum.
Bentuk Pemalsuan Dokumen
Pemalsuan dokumen bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari jenis dan bentuk dokumen yang dipalsukan. Berikut adalah beberapa bentuk yang dilakukan oleh pelaku pemalsuan dokumen:
- Membuat dokumen palsu, yaitu membuat dokumen yang isinya tidak sesuai dengan kenyataan, seperti membuat ijazah, surat nikah, surat perjanjian, atau surat keterangan yang tidak benar.
- Memalsukan dokumen, yaitu mengubah dokumen yang asli sehingga isinya menjadi lain dari yang sebenarnya, seperti mengubah nama, tanggal, nomor, atau keterangan lain dalam dokumen.
- Memalsukan tanda tangan, yaitu meniru atau mencontek tanda tangan orang lain tanpa izin atau kuasa, seperti memalsukan tanda tangan pejabat, notaris, dokter, atau pihak yang berkepentingan dalam dokumen.
- Memalsukan cap, yaitu meniru atau mencontek cap atau stempel yang digunakan sebagai tanda pengesahan atau pengakuan dalam dokumen, seperti memalsukan cap instansi, lembaga, atau perusahaan.
- Memalsukan foto, yaitu mengganti atau menempelkan foto orang lain pada dokumen, seperti memalsukan foto pada kartu identitas, paspor, atau surat izin mengemudi.
- Menggunakan dokumen orang lain, yaitu menggunakan dokumen yang sebenarnya milik orang lain, seperti menggunakan ijazah, surat nikah, surat perjanjian, atau surat keterangan milik orang lain.
Pencegahan dan Penanggulangan Pemalsuan Dokumen
Untuk mencegah dan menanggulangi pemalsuan dokumen, diperlukan upaya-upaya berikut:
- Peningkatan keamanan dokumen, yaitu dengan menggunakan teknologi canggih, seperti hologram, watermark, microtext, UV ink, atau barcode, yang sulit untuk dipalsukan.
- Peningkatan kesadaran masyarakat, yaitu dengan melakukan sosialisasi dan edukasi tentang bahaya dan dampak negatif dari pemalsuan dokumen.
- Peningkatan penegakan hukum, yaitu dengan melakukan penindakan terhadap pelaku pemalsuan dokumen dan memberikan hukuman yang setimpal.
Pemalsuan dokumen adalah tindak pidana yang serius dan merugikan banyak pihak. Oleh karena itu, kita semua harus berperan aktif dalam mencegah dan menanggulangi pemalsuan dokumen. Mari kita jaga integritas dan kejujuran kita dalam setiap tindakan dan keputusan yang kita buat.
Demikian artikel tentang unsur-unsur dan bentuk pemalsuan dokumen. Semoga artikel ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan yang bermanfaat bagi kita semua.
Terima kasih telah membaca. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Selamat beraktivitas dan tetap jaga kesehatan. Salam hangat dari penulis.